Selasa, 23 Juni 2009

thoriqoh alawiyyah

thoriqoh alawiyyahJuni 23, 2009 by agusnadi75
THARIQOH ALAWIYYAH
THARIQOH ALAWIYYAH
Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Bilfaqih Ba Alawi (penulis buku Ar-Rosyafat) pernah ditanya, “Apa dan bagaimana thoriqoh Bani Alawi (Sadah al Abiy ‘Alawiy) itu? Apakah cukup didefinisikan dengan ittiba’ (mengikuti) Quran dan sunah? Apakah di antara mereka terdapat perbedaan pendapat? Apakah thoriqoh mereka bertentangan dengan thoriqoh- thoriqoh yang lain?”
Beliau menjawab, “Ketahuilah, sesungguhnya thoriqoh Bani Alawi merupakan salah satu thoriqoh kaum sufi yang asasnya adalah ittiba’ (mengikuti) Quran dan sunah, puncaknya (ro’suha/intinya) adalah sidqul iftiqar (benar-benar merasa butuh kepada Allah) dan syuhadul minnah (bersaksi bahwa semuanya merupakan karunia Allah). Thoriqoh ini mengikuti (ittiba’) manshash [1] dengan cara khusus dan menyempurnakan semua dasar (ushul) untuk menyegerakan wushul.
Jadi thoriqoh Bani Alawi lebih dari sekedar mengikuti Quran dan Sunah secara umum dengan mempelajari hukum-hukum zhohir. Pokok bahasan ilmu ini sifatnya umum dan universal, sebab tujuannya adalah untuk menyusun aturan yang juga mengikat orang-orang bodoh dan kaum awam lainnya. Tidak diragukan, bahwa kedudukan manusia dalam agama berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan ilmu khusus untuk orang-orang khusus, yakni ilmu yang menjadi pusat perhatian kaum khowwash: ilmu yang membahas hakikat takwa dan perwujudan ikhlas. Demikian itulah jalan lurus (shirathol mustaqim) yang lebih tipis dari sehelai rambut.
Sesungguhnya ilmu tasawuf tidak cukup disampaikan secara umum, bahkan setiap bagian darinya perlu didefinisikan secara khusus. Demikian itulah ilmu tasawuf, ilmu yang oleh kaum sufi digunakan sebagai kendaraan untuk menghampiri Allah Ta’ala. Zhohir jalan kaum sufi adalah ilmu dan amal, sedangkan batinnya adalah kesungguhan (sidq) dalam ber-tawajjuh kepada Allah Ta’ala dengan mengamalkan segala perbuatan yang diridhoi-Nya dengan cara yang diridhoi-Nya.
Jalan ini menghimpun semua akhlak luhur dan mulia, menyingkirkan sifat-sifat hina dan tercela. Puncak tujuannya adalah untuk meraih kedekatan dengan Allah dan fath. Jalan ini mengajarkan seseorang untuk menyandang sifat-sifat mulia dan beramal saleh, serta mewujudkan (tahqaq) asrar, maqamat dan ahwal. Thoriqoh ini diwariskan oleh kaum sholihin kepada orang-orang saleh dengan pengamalan, dzauq dan tindak-tanduk, sesuai fath, kemurahan dan karunia yang diberikan Allah sebagaimana syairku dalam Ar-Rasyafat:
Orang yang menguasai semua ilmu syariatnamun tidak merasakan manisnya makrifatmaka dia lalai dan lelap dalam tidurnya
Takutlah kepadanya, seperti takutnya orangyang kebingunganketika menghadapi ancaman maut dan segalayang menakutkan
Makrifat diraih berkat curahan karunia Ilahiatau fathsetelah usaha sungguh-sungguh,bukan dari riwayat yang disampaikan makhlukdan buku,juga bukan dari tutur kata manusia.
Sungguh beruntung orang yang baik persiapannyadan hatinya bebas dari perbudakan makhluk-NyaPetunjuk akan menetap di benaknyaIa pun merasakan sepercik makrifat di hatinya
Sungguh sepercik (makrifat) dari gelas yang disegeltelah memenuhi hati dengan berbagai ilmu,melindungi pemahaman dari keraguandan membebaskan akal dari segala belenggu
Ketahuilah, thoriqoh Bani Alawi ini: zhohir-nya adalah ilmu-ilmu agama dan amal, sedangkan batinnya adalah men-tahqaq berbagai maqam dan ahwal. Adab thoriqoh ini adalah menjaga asrar, dan timbul ghirah jika asrar tadi diungkapkan. Jadi, zhohir thoriqoh Bani Alawi adalah ilmu dan amal di atas jalan lurus sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ghozali. Dan bathin thoriqohnya adalah tahqaqul haqaqoh dan tajradut tauhid sebagaimana dijelaskan dalam thoriqoh Syadziliyah.
Ilmu Bani Alawi adalah ilmunya kaum (sufi) dan rusam mereka menghapus rusam. Mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan semua amal. Mereka juga mengikat perjanjian (’ahd), mengucapkan talqin, mengenakan khirqoh, menjalani kholwat, riyadhoh, mujahadah, dan mengikat tali persaudaraan. Mujahadah terbesar mereka adalah penyucian hati, persiapan untuk menghadang karunia-karunia Ilahi dengan menempuh jalan nan lurus, dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan menjalin persahabatan dengan orang-orang yang memiliki petunjuk (ahlil irsyad).
Dengan tawajuh yang sidq, Allah pasti akan memberikan karunia-Nya. Dan dengan perjuangan yang sungguh-sungguh Allah pasti akan memberikan fath. Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridhoan) Kami, pasti akan Kami tunjukkan (kepada mereka) jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang suka berbuat baik.” (QS Al-Ankabut, 29:69)
Sumber thoriqoh Bani Alawi adalah thoriqoh Madaniyyah, yakni thoriqoh Syeikh Abu Madyan Syu’aib Al-Maghrobi. Sedangkan pusat dan sumber hakikat thoriqoh Bani Alawi adalah Al-Fardu Al-Ghauts Syeikh Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba Alawi Al-Huseini Al-Hadhromi.
Thoriqoh ini diturunkan oleh orang-orang saleh yang memiliki maqamat dan ahwal, dan merupakan thoriqoh tahqaq (pengamalan dan pembuktian), dzauq dan asrar. Oleh karena itu, mereka memilih bersikap khumal, menyembunyikan diri, dan tidak meninggalkan tulisan tentang thoriqoh ini. Mereka mengambil sikap demikian sampai zaman Alaydrus (Habib Abdullah Alaydrus bin Abubakar As-Sakran) dan adik beliau Syeikh Ali (bin Abubakar As-Sakran).
Setelah banyak yang melakukan perjalanan, maka ruang gerak (Alawiyin) semakin luas. Yang dekat dapat saling berhubungan, tapi tidak demikian halnya dengan yang jauh. Karena itu dibutuhkan usaha untuk menyusun buku dan memberikan penjelasan. Alhamdulillah, muncullah beberapa karya yang melapangkan dada dan menyenangkan hati, seperti: Al-Kibratul Ahmar, Al-Juz-ul lathaf, Al-Ma’arij, Al-Barqoh, dan karya-karya lain yang cukup banyak dan masyhur.
Thariqah Para Salaf KitaDiambil dari Al-Maslak Al-Qarib, karya Al-Imam Thohir bin Husin Bin Thohir Ba’alawi
Sesungguhnya thariqah Alawiyah adalah suatu thariqah dari golongan sufi yang berdasarkan di atas:
* Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang bersumber dari para Sahabat yang mulia, Tabi’in dan para pengikut Tabi’in yang utama.* Mempelajari hukum-hukum yang wajib bagi setiap orang Muslim.* Mengikut jejak langkah Nabi SAW yang dapat diketahui melalui perilaku beliau.* Berpegang teguh pada syariah yang bersandarkan pada perbuatan dan ucapan yang baik dan terpuji serta mencegah agar tidak terpengaruh oleh pemikiran dan adat resam kebiasaan yang buruk.
Oleh yang demikian, perkara yang harus dilakukan oleh setiap orang yang mengikuti thariqah ini ialah:
* Menuntut ilmu dengan didasari di atas dasar ketaqwaan.* Mencegah diri agar tidak memperturutkan hawa nafsunya.* Mengikuti thariqah ini dengan sebaik-baiknya.* Menjaga diri dalam menghadapi berbagai golongan dan berhati-hati dalam menghadapi berbagai ikhtilaf yang terjadi serta mengambil dari apa yang patut atau bermanfa’at untuk dirinya, sebab thariqah Alawiyah adalah suatu thariqah yang amat mulia yang telah dibina oleh para Sa’adah Ba’alawi dari generasi ke generasi dan turun temurun dan seterusnya sampai kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
Oleh sebab itu, ramai di kalangan orang yang telah mendahului kita yang dapat sampai kepada darjat (maqam) ijtihad, bahkan tidak sedikit yang sampai kepada darjat tertinggi dari tingkat para wali iaitu darjat (maqam) As-Sidqiyyah Al-Kubra.
Begitulah keadaan mereka, selalu berjalan di jalur yang telah dilalui oleh para pendahulu mereka tanpa ada penyimpangan sedikitpun. Pada zahirnya mereka menjalankan ilmu-ilmu dan mengamalkannya, dan pada batinnya mereka sering berusaha memantapkan darjat pendekatan kepada Allah dan menjaga keadaan hati (Al Ahwaal). Sedangkan tingkah laku mereka adalah selalu menjaga keadaan-keadaan batin agar jangan sampai mengalami degradasi. Dan ilmu mereka adalah sesuai dengan yang diajarkan oleh para ulama.
Mereka tidak berkeinginan untuk menampakkan keadaan mereka yang sebenarnya. Tetapi mereka ingin selalu mendekatkan diri kepada Allah Taala dengan cara memberi wasiat yang baik kepada sesama manusia seperti bertaqwa kepada Allah. Mereka juga mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan banyak berzikir, memakai khirqoh (selendang yang biasanya dipakai oleh kaum sufi), berkhalwat (menghindarkan diri dari buruk tingkah laku untuk mendekatkan diri kepada Allah Taala). juga dengan bermujahadah (memerangi hawa nafsu).
Selain itu, mereka juga sering mengikat tali persaudaraan kerana Allah Taala. Cara mereka dalam bermujahadah adalah dengan membersihkan hati mereka dari segala sesuatu yang tidak baik, mempersiapkan diri untuk mendapatkan kurniaan-kurniaan dari Allah Taala, dan selalu berjalan di atas jalan yang telah mendapat petunjuk.
Di antara mereka, para Saadatuna Ba’alawi di dalam jalan dakwah mereka untuk mengajak manusia menyesuaikan diri dengan jalan yang mereka jalani ialah dengan cara mengadakan majlis-majlis ilmu. Selain dari itu, ada di antara mereka yang melakukan cara bercampur-gaul dengan masyarakat sambil menyebarkan dakwah mereka dan memberi manfaat kepada masyarakat.
Mereka adalah suatu golongan yang siapapun bergaul atau berkumpul dengan mereka maka dia tidak akan tersesat atau merasa hina. Sedangkan orang yang memisahkan diri dari mereka baik orang tersebut dari golongan mereka atau tidak maka orang tersebut akan dikumpulkan nanti pada hari kiamat dengan orang yang mereka ikuti. Hal ini sesuai dengan hadith Nabi SAW bahawa seseorang akan dikumpulkan dengan orang yang dicintainya pada hari kiamat.
Oleh yang demikian, kamu akan menyaksikan amalan-amalan yang telah mereka lakukan seperti mengerjakan amalan yang wajib dan meninggalkan segala bentuk hal-hal yang diharamkan. Mereka selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan seluruh perbuatan yang disunnahkan oleh agama serta menjauhkan diri dari perbuatan yang makruh menurut syariat.
Bahkan mereka meninggalkan mubah (hal-hal yang boleh dilakukan) tetapi di dalamnya masih mengandungi syahwat.
Mereka menghiasi diri mereka dengan budi pekerti dan sifat-sifat yang luhur. Mereka menghilangkan diri dari segala sifat-sifat buruk dan aniaya sehingga nampaklah dari mereka karamah seperti mereka dapat mengetahui hal-hal yang ghaib dan sebagainya yang merupakan di luar jangkauan akal manusia biasa.
Sebenarnya mereka tidaklah menginginkan karamah yang luar biasa itu tampak dari mereka. Mereka merasa bahawa dengan beristiqamah dalam amalan mereka itu maka cukuplah hal itu adalah suatu karamah. Tetapi karamah mereka itu merupakan suatu bukti dari Allah Taala bahawa mereka inilah pewaris dan pengikut yang sempurna dari jejak Nabi Muhammad SAW.
Wahai saudaraku sekalian, berusahalah dengan sekuat tenagamu untuk berjalan di atas thariqah yang mulia ini, kerana sesungguhnya untuk mengikutinya dengan sempurna memang amat sulit bagi orang awam kecuali bagi orang-orang yang telah dikurniakan oleh Allah Taala seperti para Auliya yang tinggi kedudukannya di sisi Alla Taala, sepertimana Rasulullah SAW bersabda:“Luruskanlah, dekatilah, gembirakanlah (perkara dakwahmu) dan ketahuilah olehmu sekalian bahawa sesungguhnya seseorang tidak akan masuk syurga disebabkan oleh amalannya, begitu juga aku, kecuali orang-orang yang Allah kurniakan rahmat dan keampunan-Nya” (H.R Imam Ahmad)
Diriwayatkan di dalam hadith Bukhari dan Muslim dari Sayyidatina Aisyah r.a. berkata (mengenai hadith tersebut di atas) iaitu “Dekatilah”, bahawa Rasulullah SAW tidak mengatakan kira-kiralah, sempurnakanlah, selesaikanlah suatu urusan itu sampai pada puncaknya. Hal itu disebabkan oleh terbatasnya manusia dalam melaksanakan suatu amalan. Oleh sebab itu, seseorang apabila mendekati suatu urusan, maka bagaimanapun juga dia akan mendapatkan balasan dari urusan itu.
“Ya Allah, berilah kami taufiq untuk mendapatkan keredhaan-Mu, dan jadikanlah kami orang yang Engkau cintai, dan berilah kenikmatan dari curahan rahmat-Mu. Amin…”
Barangsiapa yang ingin mengetahui keadaan orang-orang yang mempunyai silsilah emas (para Wali Allah) maka bacalah bagian akhir dari kitab Asaasul Islam, dan barangsiapa yang ingin mengetahui riwayat hidup mereka, silakan membaca kitab Kanzil Baraahin dan Masyrour Rawy.
Berkata Sayyidina Syeikh Soleh Al-Ja’afari dalam sya’irnya:
Sesungguhnya jalan yang benar sangatlah mudah untuk dilalui,oleh orang yang mendapatkan nur Ilahi dalam perbuatan dan perkataannya.Mereka melihat jalan lurus terbentang di hadapan matanya,yang tidak ada lagi jalan yang lebih benar dari jalan itu.Jalan itu tidak akan didapati hanya dengan mengingat dan berfikir,atau dengan ajakan dan mengikut hawa nfsu untuk saling berbantahan.Tidaklah para penyeru ke jalan ini mendapatkannya,kecuali dengan hati yang bersih dan menghapus segala yang merosakkannya…
Thariqah Alawiyyah adalah suatu thariqah yang ditempuh oleh para salafus sholeh. Dalam thariqah ini, mereka mengajarkan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah kepada masyarakat, dan sekaligus memberikan suri tauladan dalam pengamalan ilmu dengan keluhuran akhlak dan kesungguhan hati dalam menjalankan syariah Rasullullah SAW.
Penjelasan di atas dinukil dari buku Qutil Qulub, karya Abul Qosim Al-Qusyairy, dan dari beberapa kitab lain.
Mereka menerangkan dengan terinci, bahwa thariqah As-Saadah Bani Alawy ini diwariskan secara turun temurun oleh leluhur (salaf) mereka : dari kakek kepada kepada ayah, kemudian kepada anak-anak dan cucu-cucunya. Demikian seterusnya mereka menyampaikan thariqah ini kepada anak cucu mereka sampai saat ini. Oleh karenanya, thariqah ini dikenal sebagai thariqah yang langgeng sebab penyampaiannya dilakukan secara ikhlas dan dari hati ke hati.
Dari situlah dapat diketahui, bahwasanya thariqah ini berjalan di atas rel Al-Kitab dan As-Sunnah yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya. Jelasnya, Thariqah Alawiyyah ini menitik-beratkan pada keseimbangan antara ibadah mahdhah, yaitu muamalah dengan Khaliq, dengan ibadah ghoiru mahdhah, yakni muamalah dengan sesama manusia yang dikuatkan dengan adanya majlis-majlis ta’lim yang mengajarkan ilmu dan adab serta majlis-majlis dzikir dan adab. Dengan kata lain, thariqah ini mencakup hubungan vertikal (hubungan makhluk dengan Khaliqnya) dan hubungan horizontal (antara sesama manusia).
Selain itu, thariqah ini mengajarkan kepada kita untuk bermujahadah (bersungguh-sungguh) dalam menuntut ilmu guna menegakkan agama Allah (Al-Islam) di muka bumi. Sebagaimana diceritakan, bahwa sebagian dari As-Saadah Bani Alawy pergi ke tempat-tempat yang jauh untuk belajar ilmu dan akhlak dari para ulama, sehingga tidak sedikit dari mereka yang menjadi ulama besar dan panutan umat di jamannya. Banyak pula dari mereka yang mengorbankan jiwa dan raga untuk berdakwah di jalan Allah, mengajarkan ilmu syariat dan bidang ilmu agama lainnya dengan penuh kesabaran, baik di kota maupun di pelosok pedesaan. Berkat berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, disertai kesungguhan dan keluhuran akhlak dari para pendiri dan penerusnya, thariqah ini mampu mengatasi tantangan jaman dan tetap eksis sampai saat ini.
Intisari Thariqah Alawiyyah
Kalam Al-Habib Muhammad bin Husin bin Ali Ba’bud
Sesungguhnya asas thariqah para salafunas sholihin dari Bani Alawy yaitu adalah Al-Kitab dan As-Sunnah, dan yang menjadi bukti tentang itu semua adalah perjalanan hidup mereka yang diridhoi oleh Allah dan hal ihwal mereka yang terpuji. Secara garis besar, thariqah mereka itu adalah sebagai berikut :
* Menjaga waktu-waktu yang diberikan Allah dan memanfaatkan waktu tersebut untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya.* Selalu terikat dan hadir dalam majlis-majlis ilmu dan majlis yang bersifat dapat mengingatkan diri kepada Allah.* Berakhlak dengan adab-adab yang baik, menjauhi ketenaran, meninggalkan hal-hal yang tidak berguna, dan menghilangkan semua atribut kecuali atribut kebaikan.* Membiasakan diri dalam membaca dzikir terutama dzikir-dzikir Nabawiyyah sesuai dengan batas kemampuannya, seperti amalan-amalan dzikir yang disusun oleh Al-Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad.* Ziarah kepada para ulama dan auliya baik yang masih hidup ataupun yang telah meninggal, selalu ingin bermaksud menghadiri perkumpulan-perkumpulan yang penuh dengan dzikir khususnya yang mengandung unsur mengingatkan diri kepada Allah, dan menghadirinya dengan penuh rasa husnudz dzon (berbaik sangka), dengan syarat bahwa perkumpulan-perkumpulan tersebut bebas dari perbuatan-perbuatan mungkar yang dipandang oleh agama.
Menyingkap sifat-sifat aimmah Thariqah Alawiyyah
Kalam Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas
Mereka salafunas sholeh lebih cenderung kepada merendahkan diri dengan hidup sederhana dan mereka puas dengan hal itu, padahal mereka adalah para aimmah (pemimpin) keluarga Bani Alawy. Mereka sebagai pemimpin thariqah ini lebih menyukai untuk mengorbankan diri mereka sendiri demi kepentingan orang lain sekalipun mereka mempunyai kebutuhan yang mendesak.
Telah berkata salah seorang ulama dari salafunas sholeh tentang keluarga Bani Alawy, “Banyak dari mereka yang menjadi ulama-ulama besar dan iImam sebagai panutan umat di jamannya. Sehingga tidak sedikit di antara mereka yang kita kenal sebagai seorang Wali Allah yang mempunyai karomah. Hati mereka itu tenggelam dalam lembah cinta kepada Allah SWT. Disamping itu mereka mempunyai perhatian yang besar sekali terhadap kitab-kitab karangan Al-Imam Al-Ghazaly, terutama kitab Ihya’, Al-Basith, Al-Wasith dan Al-Wajiz. Lagipula tidak jarang dari mereka yang mencapai derajat Al-Huffadz (orang yang banyak menghafal hadits-hadits Nabi SAW).”
Kalau kita teliti sejarah mereka, setiap orang dari aslafunas sholihin berkhidmat kepada orang-orang, makan bersama orang-orang miskin dan anak-anak yatim piatu. Bahkan mereka memikul hajat orang-orang miskin dari pasar, berjabat tangan kepada orang yang kaya dan yang miskin, para pejabat dan rakyat jelata. Oleh karenanya, berkata Al-Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad, “Barang siapa yang melihat salah seorang dari mereka, begitu menatap pandangannya kepada mereka, pasti akan merasa kagum akan keanggunan budi pekerti mereka.” Telah diuraikan oleh salah seorang ulama terkenal yaitu Al-Imam Ahmad bin Zain Alhabsyi bahwa dalam diri mereka keluarga Bani Alawy terdapat ilmu dhohir dan batin.
Dalam segi akidah, mereka tidak menyimpang walau seujung kaki semut pun dari akidah Asy’ariyyah/Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan bermadzhabkan Syafi’i. Mereka tidak terpengaruh oleh beraneka ragam bid’ah dan kerawanan lilitan harta duniawi. Itulah sebagian daripada sifat-sifat aimmah Bani Alawy dan masih banyak lagi sifat-sifat mereka jika kita mau meninjau jejak mereka dan
Anjuran kepada putra-putri Alawiyyin
Dari para leluhur yang saleh dan mulia, kita akan dibimbing kepada jalan yang penuh petunjuk dari Allah SWT. Berkata Al-Imam Asy-Syeikh Abdullah bin Ahmad Basaudan RA di dalam kitabnya Al-Futuuhah Al-Arsyiah, setelah menyebutkan beberapa kitab yang terkarang dimana disana disebutkan riwayat hidup para Saadah. Beliau berkata, “Pintasilah jalan yang penuh cahaya sebagaimana yang telah dipaparkan dalam kitab Ihya Ulumiddin, supaya anda tergolong dari orang-orang yang punya rasa malu, dan pintasilah jalan hidayat dengan mengamalkan apa yang ada didalam kitab Bidayatul Hidayah.”
Berkata Sayyiduna Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Ja’far bin Ahmad bin Zein Alhabsyi, “Qodho (ketetapan) itu tidak dapat dipungkiri, dan syariat harus diikuti tanpa dikurangi dan ditambahi. Para imam kita keluarga Bani Alawy telah melintasi jalur yang mulus dan jalan yang lurus. Barangsiapa yang mencari aliran baru untuk dirinya sendiri atau untuk putra-putrrinya dengan cara tidak menempuh di jalan para datuk-datuknya yang saleh dan mulia, maka pada akhir umurnya ia akan menemui kekecewaan dan kebinasaan.”
Mereka itulah yang dikatakan sebagai golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dikategorikan pada golongan yang selamat bersama Nabi SAW. Mereka itulah orang-orang yang bakal mendapat syafaat beliau SAW.
Berkata Sayyiduna Al-Imam Al-Ahqof As-Sayyid Umar bin Saggaf Assaggaf kepada anaknya, “Aku berpesan kepadamu, hendaklah kau bersungguh-sungguh mengikuti perjalanan para Salafuna As-sholeh dari Ahlul Bait An-Nabawy, terlebih-lebih dari keluarga Bani Alawy. Bersungguh – sungguhlah dan bergiatlah dalam mengikuti perjalanan mereka niscaya kau akan sukses.”
Sumber: Laman web Asyraaf

habib abbdullah bin alwi alhaddad

RIWAYAT HB. ABDULLAH BIN ALWI AL HADDADNasab dan sejarah beliauBeliau bernama Abdullah bin Alawi bin Muhammad bin Ali Al-Tarimi Al-Haddad Al-Husaini Al-Yamani. Beliau (rahimahullah) dilahirkan di Subir sebuah perkampungan berhampiran kota Tarim di Wadi Hadhramaut, selatan negeri Yaman pada hari Ahad 5 hari bulan Safar tahun 1044 hijriah bersamaan 30 hari bulan Julai tahun 1634 Masehi. Al-Habib telah diasuh dan dibesarkan di Kota Tarim. Ketika beliau berumur empat tahun, Al-Habib terserang penyakit cacar yang mengakibatkan kehilangan penglihatan. Walaupun demikian, Allah yang Maha Agong lagi Mulia telah menggantikan kepada Al-Habib dengan mata hati (cahaya ilmu dan pengetahuan serta keyakinan dan wilayah). Berdasarkan karunia ini, Al-Habib telah berusaha dengan penuh dedikasi dan kegigihan menggali ilmu dari sejumlah besar para ulama’ di Yaman. Cinta beliau terhadap ilmu dan para ulama’ menghasilkan kebolehan menguasai ajaran para ahli tahkik (orang yang mengenali Allah dengan ‘ainul-yakeen serta hakkul-yakeen). Semenjak kecil lagi beliau tekun dan kuat dalam beribadat dan rajin memuntut ilmu.Al-Habib pernah berkata “ketika aku masih kecil, aku telah berusaha bersungguh-sungguh untuk beribadat dan melaksanakan pelbagai mujahadah yang lainnya, sehingga ditegur oleh nindaku yang solehah bernama Salma binti Said Al-Wali Omar Ba’Alawi, supaya menjaga diriku. Dia sering berkata demikian jika dikira ibadat serta mujahadah yang aku usahakan dianggap terlalu kuat dan banyak. Sebaliknya aku telah banyak meninggalkan mujahadah semenjak permulaan perjalanan ini semata-mata memelihara hati kedua ibubapaku yang amat prihatin terhadap keadaanku”.Walaupun Al-Habib (radhiAllahu ‘anhu) sering keluar ke kawasan sekitarnya dan perkampungan di sekeliling Tarim, beliau berkata “aku lebih seronok bersendirian demi kerana Allah kerana alangkah ne’matnya kelazatan (al-uns) bersama dengan Allah”.Pada permulaan perjalanan hidup Al-Habib, beliau sentiasa menyusuri negerinya untuk bertemu para solihin, menziarahi pusara para ulama’ dan auliya’. Pada masa beliau berada di perkampungannya, beliau sering duduk di sudut ‘Masjid Al-Hijriah’ dan pada waktu malamnya sering bersolat bergiliran di setiap masjid dalam kota Tarim. Sesungguhnya inilah yang membuka hati beliau semenjak kecil lagi. Al-Habib sering membaca Surah Yaasin yang mempengaruhi jiwanya dan menyebabkan beliau menitiskan air mata yang begitu banyak. Keadaan demikian sering mengakibatkan ketidakmampuannya membaca surah yang mulia ini. Inilah yang mendorong Sayyed Abdullah Bilfagih menjelaskan tentang Al-Habib dengan katanya “Disinilah futuh (pembukaan) bagi Al-Habib”.
Akhlak dan Budi pekertiAl-Imam Al-Haddad (rahimahullah) memiliki perwatakan badan yang tinggi, berdada bidang, tidak terlalu gempal, berkulit putih, sangat berhaibah dan tidak pula di wajahnya kesan mahupun parut cacar.Wajahnya sentiasa manis dan menggembirakan orang lain di dalam majlisnya. Ketawanya sekadar senyuman manis; apabila beliau gembira dan girang, wajahnya bercahaya bagaikan bulan. Majlis kendalian beliau sentiasa tenang dan penuh kehormatan sehinggakan tidak terdapat hadhirin berbicara mahupun bergerak keterlaluan bagaikan terletak seekor burung di atas kepala mereka.Mereka yang menghadhiri ke majlis Al-Habib bagaikan terlupa kehidupan dunia bahkan terkadang Si-lapar lupa hal kelaparannya; Si-sakit hilang sakitnya; Si-demam sembuh dari demamnya. Ini dibuktikan apabila tiada seorang pun yang yang sanggup meninggalkan majlisnya.Al-Imam sentiasa berbicara dengan orang lain menurut kadar akal mereka dan sentiasa memberi hak yang sesuai dengan taraf kedudukan masing-masing. Sehinggakan apabila dikunjungi pembesar, beliau memberi haknya sebagai pembesar; kiranya didatangi orang lemah, dilayani dengan penuh mulia dan dijaga hatinya. Apatah lagi kepada Si-miskin.Beliau amat mencintai para penuntut ilmu dan mereka yang gemar kepada alam akhirat. Al-Habib tidak pernah jemu terhadap ahli-ahli majlisnya bahkan sentiasa diutamakan mereka dengan kaseh sayang serta penuh rahmah; tanpa melalaikan beliau dari mengingati Allah walau sedetik. Beliau pernah menegaskan “Tiada seorang pun yang berada dimajlisku mengganguku dari mengingati Allah”.Majlis Al-Imam sentiasa dipenuhi dengan pembacaan kitab-kitab yang bermanfaat, perbincangan dalam soal keagamaan sehingga para hadhirin sama ada yang alim ataupun jahil tidak akan berbicara perkara yang mengakibatkan dosa seperti mengumpat ataupun mencaci. Bahkan tidak terdapat juga perbicaraan kosong yang tidak menghasilkan faedah. Apa yang ditutur hanyalah zikir, diskusi keagamaan, nasihat untuk muslimin, serta rayuan kepada mereka dan selainnya supaya beramal soleh. Inilah yang ditegaskan oleh beliau “Tiada seorang pun yang patut menyoal hal keduniaan atau menyebut tentangnya kerana yang demikian adalah tidak wajar; sewajibnya masa diperuntuk sepenuhnya untuk akhirat sahaja. Silalah bincang perihal keduniaan dengan selain dariku.”Al-Habib (rahimahullah) adalah contoh bagi insan dalam soal perbicaraan mahupun amalan; mencerminkan akhlak junjungan mulia dan tabiat Al-Muhammadiah yang mengalir dalam hidup beliau. Beliau memiliki semangat yang tinggi dan azam yang kuat dalam hal keagamaan. Al-Imam juga sentiasa menangani sebarang urusan dengan penuh keadilan dengan menghindari pujian atau keutamaan dari oramg lain; bahkan beliau sentiasa mempercepatkan segala tugasnya tanpa membuang masa. Beliau bersifat mulia dan pemurah lebih-lebih lagi di bulan Ramadhan. Ciri inilah menyebabkan ramai orang dari pelusuk kampung sering berbuka puasa bersama beliau di rumahnya dengan hidangan yang tidak pernah putus semata mata mencari barakah Al-Imam. Tidak terputus pengunjung bertamu dengan beliau pada bulan mulia ini di rumah perkampungan beliau di Al-Hawi.Al-Imam menyatakan “Sesuap makanan yang dihadiahkan atau disedekahkan mampu menolak kesengsaraan”. Katanya lagi “Kiranya ditangan kita ada kemampuan, nescaya segala keperluan fakir miskin dipenuhi, sesungguhnya permulaan agama ini tidak akan terdiri melainkan dengan kelemahan Muslimin”.Beliau adalah seorang yang memiliki hati yang amat suci, sentiasa sabar terhadap sikap buruk dari yang selainnya serta tidak pernah merasa marah. Kalaupun ia memarahi, bukan kerana peribadi seseorang tetapi sebab amalan mungkarnya yang telah membuat Al-Imam benar-benar marah. Inilah yang ditegaskan oleh Al-Habib “Adapun segala kesalahan berkait dengan hak aku, aku telah maafkan; tetapi hak Allah sesungguhnya tidak akan dimaafkan”.Al-Imam amatlah menegah dari mendoa’ agar keburukan dilanda orang yang menzalimi mereka. Sehingga bersama beliau terdapat seorang pembantu yang terkadangkala melakukan kesilapan yang boleh menyebabkan kemarahan Al-Imam. Namun beliau menahan marahnya; bahkan kepada si-Pembantu itu diberi hadiah oleh Al-Habib untuk meredakan rasa marah beliau sehinggakan pembantunya berkata: “alangkah baiknya jika Al-Imam sentiasa memarahiku”.Segala pengurusan hidupnya berlandaskan sunnah; kehidupannya penuh dengan keilmuan ditambah pula dengan sifat wara’. Apabila beliau memberi upah dan sewa sentiasa dengan jumlah yang lebih dari asal tanpa diminta. Kesenangannya adalah membina dan mengimarahkan masjid. Di Nuwaidarah dibinanya masjid bernama Al-Awwabin begitu juga, Masjid Ba-Alawi di Seiyoun, Masjid Al-Abrar di As-Sabir, Masjid Al-Fatah di Al-Hawi, Masjid Al-Abdal di Shibam, Masjid Al-Asrar di Madudah dan banyak lagi.Diantara sifat Al-Imam termasuk tawaadu’ (merendah diri). Ini terselah pada kata-katanya, syair-syairnya dan tulisannya. Al-Imam pernah mengutusi Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Aidarus. “Doailah untuk saudaramu ini yang lemah semoga diampun Allah…”IBADAH DAN MUJAHADAHTiada siapa yang pernah menyatakan Al-Imam bersolat walau satu waktu bersendirian, atau tidak solat di awal waktu, sembahyang dalam situasi yang tergapah-gapah, atau meninggalkan qiamullail. Diantara sifat mulianya Al-Imam ialah tidak berbicara ketika menunggu waktu solat dan amat marah jika ada yang cuba berkata-kata di waktu itu. Bahkan beliau menegahnya serta memberi amaran kepada sahabatnya dari menegurnya ketika waktu tersebut. Inilah yang ditegaskan oleh Al-Imam dengan katanya: “Kami keluar dengan penuh menghadhirkan diri dan meninggalkan segala kerunsingan”.Dan tegasnya lagi: “Kami tidak bercadang untuk melaksanakan sebarang solat sunat An-Nawaafil (solat sebelum dan selepas sembahyang fardhu) kecuali setelah hati kami benar-benar hadhir dan iqbal (menuju) kepada Allah”.Al-Imam amat memeliharai amalan solat Ar-Rawaatib. Doa-doa serta wirid-wiridnya yang ma’thur dari amalan Raul S.A.W. termasuk mendirikan solat Ad-Dhuha sebanyak lapan rakaat dan solat Al-Isyraq sebanyak empat rakaat sebelumnya, solat Al-Awwaabin sebanyak dua puluh rakaat selepas sunat maghrib; dimana Al-Imam menyempurnakan empat rakaat sebelum setiap salam. Di waktu subuh pada hari Jumaat, Al-Imam berjemaah solat Fajar di masjid Al-Jame’ seterusnya beri’tiqaf sehingga solat Jumaat demi mendapat keutamaan berawal-awalan untuk solat tersebut.Al-Imam juga amat sedikit tidur, sekadar merehatkan diri sahaja. Kebiasaan Al-Imam melambatkan solat witir sehingga hampir fajar; ini disebabkan Al-Imam tidur sedikit (qailulah) selepas solat-solat qiamullail. Kemudian barulah berwudu’ untuk solat witir sebelum subuh. Beliau sentiasa berzikir seumpama ‘La ila ha illallah’ yang terlalu banyak jumlahnya sehinggalah tidak pernah berhenti; Al-Imam membiasakan dirinya dengan ini walaupun diundang perbualan dengan sesiapa.Al-Imam juga memperbanyakkan puasa, terutamanya pada hari yang diutamakan iaitu Isnin dan Khamis, Ayyaamul Baidh (hari ke 13, 14 dan 15 tiap-tiap bulan), hari ‘Asyura; hari ‘Arafah, enam hari dalam bulan Syawwal; sehinggalah terhentinya amalan ini apabila Al-Imam sudah berumur dan lemah.Adapun pada bulan Ramadhan, Al-Imam telah menjelaskan kepada para sahabatnya “Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan amal, perkurangkanlah/tinggalkan sementara ilmu semata-mata untuk beribadah dalam bulan ini”. Seterusnya dapat dilihat orang-orang yang ramai mengurangan kelas-kelas ilmu kecuali selepas Asar, sebagai peringatan beliau kepada sahabat-sahabat yang utamakan amal bersungguh-sungguh dan membersihkan dalaman (batin).Walaubagaimanapun Al-Imam tidak pernah menunjuk-nunjukkan amalnya kecuali keadaan memaksakan seperti supaya ianya dijadikan tauladan kepada yang lain. Kata Al-Imam: “tidak aku tonjolkan amalan ini dengan sengaja, walaupun itu Alhamdulillah aku tidak bimbang dari sifat riya’ (disebabkan orang mengetahui amalan aku). Ingatlah sebagaimana Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq menyatakan tentang perkara ini berlandaskan firman Allah (yang bermaksud) “Sama sekali aku tidak memuji diri ini dengan kebaikan, maka ketahuilah sesungguhnya inilah yang mendorongkannya kepada perbuatan buruk”.Al-Imam juga telah menegaskan: “sesungguhnya aku telah melaksanakan kesemua sunnah Nabi dan tidak ada sunnah yang ditinggalkan, kecuali rambut”. Akhirnya Al-Imam mengekalkan rambut hingga ke telinganya sebagai yang dilaksanakan oleh Rasul S.A.W.Al-Imam juga sering menziarahi Nabi Allah Hud, selawat dan salam keatasnya dan Nabi kita; dimana makam Nabi Hud terletak di Wadi Hadramaut. Sebanyak tiga puluh kali Al-Imam telah menziarahinya, kesemuanya pada bulan Sya’ban. Al-Imam telah pergi berjalan kaki bersama-sama sanak saudaranya, kaya dan miskin. Kebiasaannya Al-Imam berada dimaqam itu selalunya di waktu maghrib dari 12 haribulan hingga 15 haribulan Sya’ban. Dalam perjalanan ke sana, Al-Imam sering singgah di Ainat untuk menziarah As Syeikh Al-Kabir Abu Bakar bin Salim dan As-Syeikh Ahmad bin Al-Faqih Al-Muqaddam. Al-Imam juga menziarah maqam Basyar selepas solat Asar setiap hari Jumaat dan hari Selasa. Al-Imam menjelaskan: “pada mulanya, kebiasaan kami menziarahi Basyar ialah pada setiap hari Jumaat, tetapi setelah diantara sahabat kami bertemu Al-Faqih Al-Muqaddam dalam mimpinya dimana dia berkata: katakan kepada Al-Sayyed Abdullah Al-Haddad: “Ziarah Basyar pada hari Jumaat sahaja tidak memadai”; maka berdasarkan itu kami menziarahi juga Basyar pada hari Selasa juga”. Sebenarnya sebelum Allah menzahirkan kemuliaannya dan orang ramai berpusu-pusu kepadanya, memanglah Al-Habib menziarahi Basyar setiap hari Selasa.Semoga Allah merahmati Al-Imam dan menempatkan beliau di Syurga, dan dihimpunkan kita bersamanya dengan berkat Saiyidina Muhammad S.A.W., keluarganya dan sahabatnya serta selawat keatas Nabi Muhammad yang mulia serta keluarga dan sahabatnya.(Kata-kata diatas ini merupakan sedikit petikan yang diterjemahkan dari bahasa Arab dari kajian dan tulisan Ustaz Haji Muhammad Nooruddin Merbau Al-Banjari dari Kedah. Semoga Allah berkati beliau. InsyaAllah sambungan riwayat Al-Imam dapat dimuatkan dalam ruangan ini.
Terjemahan ini adalah sebahagian dari juz

Rabu, 17 Juni 2009

ringkasan kitab ihyak Al-Ghazali

KITAB BIMBINGAN MUKMIN - Hujjatul Islam Al Imam Al Ghazali


Senarai Isi Kandungan Kitab Bimbingan Mukmin
(Bagi kitab-kitab [Bab] yang besar, kami membahagikan kepada beberapa fail supaya saiznya tidak melebihi 100kb setiap satu untuk capaian yang lebih cepat)

Kitab Ilmu Pengetahuan
Keutamaan Ilmu Pengetahuan
Keutamaan belajar
Keutamaan mengajar
Ilmu yang fardhu ‘ain

Kitab Aqidah Ahlis-Sunnah
Dua kalimah syahadat sebagai salah satu dasar Islam

Kitab Rahsia Bersuci
Mensucikan kotoran atau najis
Yang disucikan iaitu benda yang najis
Benda yang mensucikan
Cara mensucikannya
Mensucikan hadas
Adab melepaskan hajat
Cara beristinja’
Cara berwudhu’
Yang makruh dalam berwudhu’
Maksud bersuci
Cara mandi wajib
Cara bertayammum
Kebersihan dari kelebihan-kelebihan yang tahir
Jenis-jenis kotoran di badan
Tata-tertib dalam bilik mandi
Jenis-jenis kelebihan di badan

Kitab Rahsia Sembahyang Dan Keutamaannya
Bahagian 1
Keutamaan azan
Keutamaan Sembahyang fardhu
Keutamaan menyempurnakan rukun-rukun Sembahyang
Keutamaan berjamaah
Keutamaan sujud
Kewajipan berkhusyu’
Keutamaan masjid dan tempat sembahyang
Perbuatan-perbuatan dalam sembahyang
Pembacaan dalam sembahyang
Ruku’ dan ekoran-ekorannya
Sujud
Tasyahhud
Larangan-larangan dalam sembahyang
Membedakan yang fardhu dengan yang sunnat
Bahagian 2
Syarat-syarat kebatinan dari gerak laku hati
Syarat-syarat keistimewaan sembahyang
Penawar berguna untuk menghadirkan hati
Yang harus diperhatikan ketika mengerjakan rukun dan syarat sembahyang
Bahagian 3
Tugas imam
Keutamaan Juma’at dan adabnya
Aneka masalah yang perlu dipelajari
Keterangan mengenai ibadat-ibadat yang sunnat
Waktu-waktu yang dimakruhkan bersembahyang
Sembahyang sunnat yang boleh diqadha’kan

Kitab Rahsia Zakat
Bahagian 1
Menunaikan zakat dan syarat-syaratnya
Rahsia zakat sebagai sendi Agama Islam
Tugas-tugas mengeluarkan zakat
Bahagian 2
Pembahagian zakat dan asnaf-asnaf penerimanya
Tugas-tugas penerima zakat
Sedekah tathawwu’ dan keutamaannya
Keutamaan sedekah yang disembunyikan

Kitab Rahsia Puasa
Kewajipan-kewajipan lahiriah puasa
Perkara yang harus dilakukan bila batal puasa
Sunnat-sunnat puasa
Jenis-jenis puasa dan tingkatannya
Rahsia-rahsia puasa dan syarat-syarat kebatinannya
Puasa Tathawwu’

Kitab Rahsia Haji
Keutamaan Haji dan Ka’bah, Makkah dan Madinah
Syarat-syarat haji
Wajib-wajib haji
Rukun-rukun haji
Larangan-larangan haji
Peraturan kerja-kerja haji dan mula belayar hingga kembali
Sunat-sunat kembali dari pelayaran
Tertib kesopanan dan amalam-amalan kebatinan
Amalan haji yang batin, rahasianya dan tujuannya

Kitab Adab membaca Al-Quran
Keutamaan Al-Quran dan pembacanya
Tertib lahiriah dalam membaca Al-Quran
Tertib batiniah dalam membaca Al-Quran

Kitab Zikir Dan Doa
Keutamaan zikir
Keutamaan majlis zikir
Keutamaan bertahlil
Keutamaan tasbih, tahmid dan zikir-zikir lain
Rahsia keutamaan zikir
Keutamaan berdoa
Adab dan tertib berdoa
Keutamaan salawat atas Nabi s.a.w.
Keutamaan istighfar (mohon keampunan)
Tata-tertib tidur
Wirid untuk orang beribadat semata-mata
Keutamaan bangun di tengah malam
Sebab yang memudahkan beribadat di tengah malam
Kenikmatan bermunajat dengan hukum akal dan naqal
Pembahagian waktu malam

Kitab Adab Makan
Mengundang dan menghormat tamu
Tata-tertib makan
Adab makan bersama
Keutamaan menjamu tetamu dan adabnya
Beberapa masalah yang harus diperhatikan
Keterangan tentang undangan dan jamuan
Adab-adab yang lain
Penutup perbahasan

Kitab Adab Pernikahan
Hal-hal yang harus diperhatikan bila memilih jodoh
Tugas wali
Adab pergaulan suami-isteri sejak perkahwinan
Kewajipan suami
Hak-hak suami atas isteri

Kitab Adab Berusaha Dan Mencari Sara-Hidup
Keutamaan berusaha dan anjuran melaksanakannya
Melaksanakan keadilan dan menjauhi penganiayaan dalam mu’amalah
Ihsan dalam mu’amalah
Sikap seorang pedagang terhadap agamanya

Kitab Halal Dan Haram
Keutamaan yang halal dan kecelakaan yang haram
Jenis-jenis yang haram
Tingkatan halal dan haram
Peringkat-peringkat syubhat
Suatu peringatan
Perbahasan lanjut tentang haram dan halal
Cara membersihkan diri dari penganiayaan kewangan

Kitab Adab Pergaulan, Persaudaraan Dan Persahabatan
Bahagian 1
Keutamaan pergaulan dan persaudaraan
Menentukan cinta kerana Allah
Tanda kebencian kerana Allah
Sifat yang harus diperhatikan dalam memilih sahabat
Bahagian 2
Hak persaudaraan dan persahabatan
Tata-cara pergaulan dengan semua lapisan makhluk
Bahagian 3
Hak seorang Muslim, keluarganya dan tetangganya
Adab orang yang menyampaikan takziah
Adab menghantar jenazah ke kubur
Kesimpulan tata-cara pergaulan
Hak tetangga
Hak kaum kerabat dan keluarga
Hak kedua ibu bapa dan anak

Kitab Uzlah (Menyendiri) dan Pergaulan
Memberi pengajaran atau menerima pelajaran
Memberi manfaat dan mengambil manfaat
Pendidikan
Penghiburan
Mencari pahala
Menyebabkan orang lain mendapat pahala
Merendah diri
Mendapatkan pengalaman dan contoh tauladan

Kitab Tata-tertib Pelayaran
Tata-tertib orang musafir
Kemudahan yang perlu dipelajari oleh seorang musafir

Kitab Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Wajib menjalankan amar ma’ruf nahi munkar
Syarat yang menyebabkan nahi munkar itu perlu
Darjat-darjat membuat keingkaran
Adab orang yang menjalankan tugas ini
Kemungkaran-kemungkaran yang berlaku sehari-harian

Kitab Adab Kenabian Dan Akhlak Muhammadiah
Bagaimana Allah mendidik Rasul pilihanNya dengan Al-Quran
Conton-contoh akhlak Rasulullah s.a.w.
Adab dan akhlak Rasulullah s.a.w.
Percakapan Rasulullah dan ketawanya
Tata-tertibnya di waktu menghadapi makanan
Tata-tertibnya bila memakai pakaian
Suka memaafkan orang lain
Toleransinya terhadap sesuatu yang dibencinya
Kemurahatiannya dan kedermawanannya
Keberaniannya
Tawadhu’nya
Bentuk kejadiannya
Mutiara kemukjizatannya

Kitab Melatih Diri Mendidik Budi Pekerti
Budi pekerti baik budi pekerti jahat
Komentar para salaf tentang budi pekerti yang baik
Budi pekerti itu boleh berubah dengan jalan berlatih
Bagaimana mencapai budi pekerti baik secara keseluruhan
Menerangkan cara mendidik akhlak
Mengenal keaiban-keaiban diri
Penjelasan tanda-tanda budi pekerti baik
Melengkapkan anak dengan dengan budi pekerti yang baik sejak kecil

Kitab Bencana Lisan
Bahaya lisan
Pembahagian bencana-bencana lisan:
Bencana 1: Berkata yang tidak perlu
Bencana 2: Mengambil tahu tepi kain orang
Bencana 3: Melibatkan diri dalam kebatilan
Bencana 4: Berbantah-bantahan dan bertengkaran
Bencana 5: Pertelingkahan
Bencana 6: Meniru percakapan yang indah-indah
Bencana 7: Berkata kotor, memaki dan lidah yang cabul
Bencana 8: Melaknat
Bencana 9: Bernyanyi dan bersyair
Bencana 10: Bersenda-gurauan
Bencana 11: Menghina dan atau mengejek
Bencana 12: Membocorkan rahasia
Bencana 13: Janji bohong:
Bencana 14: Berdusta dalan tutur kata dan sumpah
Dusta yang dibolehkan
Larangan memberi alasan yang dusta
Bencana 15: Mengumpat orang (ghibah)
Pengertian mengumpat dan batasnya
Sebab-sebab ghibah
Penawar yang dapat mengekang lidah dari Mengumpat
Menyangka buruk adalah mengumpat di dalam Hati
Sebab-sebab yang membolehkan mengumpat
Kaffarah (denda) ghibah
Bencana 16: Mengadu-domba
Bencana 17: Percakapan dua muka
Bencana 18: Memuji
Bencana 19: Menjaga diri dari kesalahan-kesalahan yang merbahaya
Bencana 20: Pertanyaan yang pelik-pelik

Kitab Mencela Marah, Dendam dan Dengki
Kecelaan sifat marah
Tingkatan manusia ketika marah
Ketiadaan sifat marah
Keterlampauan sifat marah
Melenyapkan marah dengan latihan diri
Sebab-sebab kemarahan
Bagaimana mengubati kemarahan yang sedang bergejolak
Keutamaan menahan diri dari kemarahan
Keutamaan sifat penyantun
Kadar yang dibolehkan untuk membalas umpatan
Akibat dendam dan faedah belas kasihan
Keutamaan maaf dan ihsan
Keutamaan belas kasihan
Kecelaan hasad (dengki)
Apa hakibat hasad?
Sebab-sebab hasad
Penawar untuk melenyapkan penyakit dengki

Kitab Mencela Dunia
Dunia yang tercela
Hakikat dunia

Kitab Mencela Kekikiran Dan Harta Kekayaan
Mencela harta kekayaan dan melarang mencintainya
Memuji harta kekayaan dan meletakkannya
Antara puji dan cela
Harta dan faedahnya
Mencela tamak dan menyanjung qana’ah
Keutamaan sifat murah hati
Mencela kekikiran
Mengutamakan orang lain dan kelebihannya
Batas sifat dermawan dan sifat kikiran serta hakikat keduanya
Ubat orang yang kikir

Kitab Mencela Pangkat Dan Riya’
Batas pangkat yang diharuskan
Sebab suka dipuji – marah dikeji
Mengubat penyakit cinta pangkat
Cara mengubati penyakit suka dipuji
Cara mengubati penyakit benci dikeji
Kecelaan riya’
Hakikat riya’ dan perkara yang menimbulkan riya’
Riya’ dalam tubuh
Riya’ dalam keadaan dan pakaian
Riya’ dalam ucapan
Riya’ dalam perbuatan
Riya’ dengan memperbanyak pengikut
Hukum riya’
Tingkatan riya’
Tujuan riya’
Riya’ yang tersembunyi
Hubungan riya’ dengan amal ibadat
Menyembuhkan ketaatan untuk menjadi tauladan
Meninggalkan ketaatan lantaran khuatirkan riya’
Perkara yang patut diketahui sebelum dan sesudah mengerjakan amalan

Kitab Mencela Takabbur Dan Bangga Diri
Mencela takabbur
Hakikat takabbur dan bahayanya
Sebab yang menarik kepada takabbur
Budi pekerti orang yang merendah diri
Mengubati penyakit takabur dan menggantikannya dengan tawadhu’
Tahap pertama: Mencabut akar umbi takabbur
Tahap kedua: Sebab-sebab timbulnya takabbur
Cara-cara menghapuskan takabbur
Latihan untuk bertawadhu’
Kecelaan ujub (bangga diri) dan bencananya
Bencana ujub
Cara mengubati ujub
Hal-hal yang menimbulkan ujub dan cara mengubatinya

Kitab Mencela Ghurur (Terpedaya)
Kecelaan ghurur dan hakikatnya
Angan-angan dan terperdaya itu bukanlah harapan
Letaknya harapan yang terpuji
Pembahagian orang-orang yang tertipu
Terpedaya golongan yang beramal ibadat
Para ahli tasauf yang terpedaya
Para hartawan yang terpedaya
Beberapa persoalan mengenai orang-orang yang terpedaya

Kitab Taubat
Hakikat taubat
Kewajipan taubat dan keutamaannya
Kewajipan taubat dengan segera
Taubat yang memenuhi syarat pasti dikabulkan
Bertaubat dari dosa
Dosa besar dosa kecil
Dosa kecil boleh menjadi besar
Syarat kesempurnaan taubat
Kategori hamba Allah dalam soal taubat
Apa yang harus dilakukan oleh orang yang bertaubat
Faedah taubat
Ubat taubat dan cara mengubati diri dari dosa

Kitab Sabar Dan Syukur
Keutamaan sifat sabar
Hakikat iman dan ceraiannya
Perlunya manusia kepada sabar
Ubat sabar
Keutamaan syukur
Hakikat syukur .
Bagaimana bersyukur kepada Allah
Sebab yang menghalang manusia dari bersyukur
Hubungan antara sabar dan syukur

Kitab Takut Dan harap
Hakikat harap
Hakikat takut
Cara untuk menempa takut

Kitab Kemiskinan Dan Kezuhudan
Keutamaan kemiskinan dan orang miskin
Adab seorang fakir
Adab menerima pemberian
Haram memimta jika tidak berhajat
Keutamaan zuhud dan hakikatnya

Kitab Niat, Iklas Dan Benar
Keutamaan niat
Mengutamakan amalan yang berhubungan dengan niat
Amalan maksiat
Amal taat
Amal mubah
Keutamaan iklas dan hakikatnya
Keutamaan benar dan hakikatnya
Benar dalam tutur-bicara
Benar dalam niat dan tujuan
Benar dalam keazaman
Benar dalam menepati janji
Benar dalam amalan

Kitab Menghisab Dan Meneliti Diri
Keterangan tentang menghisab diri
Cara mengenang nasib
Memelihara mata
Memelihara lidah
Memelihara perut
Keutamaan meneliti diri
Hakikat muragabah (meneliti diri)
Menghisab diri setelah beramal
Memburukkan jiwa dan mencelanya

Kitab Tafakkur (Berfikir)
Keutamaan tafakkur
Bidang-bidang yang harus difikirkan
Bidang kemaksiatan
Bidang ketaatan
Sifat-sifat yang membinasakan
Sifat-sifat yang menyelamatkan
Cara-cara memikirkan ciptaan Allah Ta’ala
Tanda 1: Manusia
Tanda 2: Bumi
Tanda 3: Jenis-jenis haiwan (Binatang)
Tanda 4: Laut
Tanda 5: Angin dan keajaibannya
Tanda 6: Langit

Kitab Mengingati Mati
Keutamaan mengingati mati
Keutamaan angan-angan yang singkat
Menyegerakan beramal dan bahaya menangguhkan
Menangguhkan
Sakaratul-Maut dan mengambil tauladan dari jenazah
Adab ketika menghadiri jenazah
Ziarah kubur
Bagaimana menghadapi kematian anak
Alam Barzakh dan Hari Kiamat
Sifat pertanyaan
Mereka yang bertelingkah dan mengembalikan benda yang dirampas
Membicarakan tentang kesulitan-kesulitan dalam Neraka Jahannam
Membicarakan syurga dan nikmat-nikmatnya
Darjat akhirat

riwayat singkat Imam Ghazali

KITAB BIMBINGAN MUKMIN - Hujjatul Islam Al Imam Al Ghazali



Riwayat Ringkas Hujjatul Islam Imam Al Ghazali

(dipetik dari Laman Traditional Islam - Pemurnian Tasawwuf oleh Iman Al Ghazali tulisan Ustaz Muhammad 'Uthman el-Muhammady )

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ahmad al-Tusi al-Shafi’I yang terkenal secara umumnya dengan nama al-Ghazali, dilahirkan pada 450 Hijrah/1058 Masihi di Tabaran, satu daripada dua buah kota kecil di Tus, sekarang dalam kawasan Meshed di Khurasan.

Beliau bukannya ulama yang tersohor pertama dalam keluarganya, kerana datuk saudaranya bernama abu Hamid al-Ghazali (men.435 H/1043 M) merupakan seorang ahli ilmu kalam dan ahli fiqh yang terkenal; mungkin beliau ini menjadi contoh ikutan bagi orang muda yang berhemah tinggi itu.

Semenjak awal lagi beliau terdedah kepada pengaruh amalan-amalan dan ilmu tasawwuf, ayahandanya seorang yang beramal dengan amalan tasawwuf yang sangat warak, mengikut laporan al-Subki, sehingga dikatakan ia hanya makan dari hasil usaha tangannya sendiri, dan beliau selalu bersama dengan mereka yang alim.

Imam Ghazali rh yang yatim itu dididik oleh sufi yang menjadi sahabat ayahandanya, bersekali dengan saudaranya Ahmad. Semenjak masa kanak-kanaknya Imam al-Ghazali mempelajari ilmu kalam dan fiqh, mula-mulanya dalam kota kecil kelahirannya dengan Shaikh Ahmad ibn Muhammad al-Radhkhani al-Tusi, kemudian beliau pergi melanjutkan pengajiannya di Jurjan di bawah didikan Imam abu Nasr al-Isma’ili.

Ibn ‘Asakir menyebutkan bahawa Imam al-Ghazali mengambil ilmu tentang hadith al-Bukhari daripada Abu Sahl Muhammad ibn Ahmad al-Hafsi, dan antara syaikh-syaikhnya yang lain dalam ilmu hadith ialah Nasr ibn ‘Ali ibn Ahmad al-Hakimi al-Tusi, ‘Abd Allah ibn Muhammad ibn Ahmad al-Khawari, dan Muhammad ibn Yahya ibn Muhammad ibn Suja’i al-Zawzani dan seterusnya.

Sewaktu dalam perjalanan pulang dari Jurjan ada kisah yang menarik tentang Imam ini yang berkisar bagaimana beliau dirompak. Bila para perompak itu meninggalkannya, beliau mengikuti mereka, tetapi beliau diberi amaran agar tidak mengikuti mereka itu kalau tidak beliau akan mati. Lalu beliau meminta dengan nama Allah supaya dikembali kertas-kertas yang mengandungi catitan-catitan pelajarannya kerana kertas itu tidak ada gunanya untuk mereka. Bila ditanya tentang kertas apa yang ada dalam beg itu beliau menjawab bahawa itu mengandungi catitan-catitan ilmunya yang didengarinya yang kerananya beliau jauh mengembara. Perompak itu ketawa dan bertanya “bagaimana kamu memperolehi ilmu mereka bila kami ambil kertas itu maka kamu tidak berilmu lagi”. Ini suatu yang aneh berlaku. Bagaimanapun catitan-catitannya diserahkan kembali. Apabila beliau kembali ke Tus lepas itu, imam al-Ghazali mengambil masa tiga tahun menghafal semua catitan-catitan yang dipelajarinya itu.

Setelah beliau kembali dari Jurjan dan berada di Tus buat beberapa waktu, mungkin di waktu ini beliau mempelajari tasawwuf di bawah Shaikh Yusuf al-Nassaj dan mungkin juga melakukan latihan-latihan kesufian. Sewaktu berumur lebih kurang dua puluh tahun beliau pergi melanjutkan pelajarannya ke Maktab Nizamiyyah di Nishapur untuk berguru kepada Imam al-Haramain iaitu Abu al-Ma’ali al-Juwaini, yang merupakan guru generasi yang keempat dari Imam al-Ash’ari sendiri dalam akidah ajaran Imam itu. Dalam akademi itu beliau mempelajari ilmu-ilmu seperti usul al-din, fiqh, falsafah, logik, ilmu-ilmu sains tabi’I, tasawwuf dan lainnya.

Imam al-Haramain memberi kepada para pelajar kebebasan berfikir dan kebebasan mengeluarkan pendapat mereka, dan mereka digalakkan dalam mengambil bahagian dalam perdebatan dan perbincangan tentang pelbagai jenis persoalan yang dihadapi. Dalam perdebatan-perdebatan dengan rakan-rakannya Imam al-Ghazali menunjukkan kemampuan berfikir yang luas dan tajam, dan ia mempunyai kebolehan yang tinggi dalam kepetahan berhujah yang ini terbukti kemudiannya dalam tulisan-tulisannya seperti Tahafut al-Falasifah.

Tidak lama kemudiannya beliau berkesempatan memberi kuliah kepada rakan-rakannya, dan membuat penulisan. Beliau merupakan seorang yang berfikir secara kritilal dan bebas merdeka; sewaktu beliau menjadi pelajar di Nizamiyyah di Nishapur beliau merasa tidak berpuas hati dengan pegangan yang dimilikinya, dan membebaskan dirinya daripada cara bertaklid semata dalam pegangan agama.

Sewaktu di Nishapur beliau menjadi murid kepada ulama sufi abu ‘Ali al-Fadl ibn Muhammad ibn ‘Ali al-Farmadhi; daripada guru sufi inilah beliau lebih banyak lagi mempelajari ilmu berkenaan dengan pengetahuan dan amalan kesufian. Al-Farmadhi itu sendiri adalah murid kepada bapa saudara beliau sendiri dan juga murid al-Qushairi (men.465/1074) yang terkenal itu. Beliau mengamalkan juga amalan-amalan kezahidan yang ketat di bawah bimbingan beliau ini; sebagaimana yang disebutkan oleh beliau sendiri keadaannya tidaklah sampai ke tahap boleh mendapat inspirasi murni ‘dari alam tinggi”.

Waktu itu juga beliau merasa tidak puas hati dengan pemikiran secara falsafah yang dihadapinya itu termasuk apa yang diterima secara otoriti dalam hubungan dengan usul al-din. Tekanan dalam tasawwuf tentang hubungan yang rapat dan mesra dengan Tuhan menjadikan imam utama ini lebih tidak berpuas hati lagi dengan huraian falsafah dalam usul al-din itu. Al-Farmadhi meninggal pada tahun 477 /1074 M dan Imam al-Haramain meninggal di tahun 478 H/1085 M. Waktu itu Imam al-Ghazali berumur dua puluh lapan tahun; ianya masih sangat bertenaga, dan namanya masyhur dalam alam Islam.

Beliau pergi ke istana Nizam al-Mulk wazir Malikshah (memerintah waktu itu 465 H/1072-485 H/1092 M) dan berada dalam kalangan para ahli ilmu kalam dan fuqaha di istana beliau itu. Nizam al-Mulk itu seorang wazir yang memberi galakan kepada perkembangan ilmu-ilmu, sains, sastera, dan menghimpunkan sekelilingnya para ulama dan ilmiawan yang terkenal dan mempunyai ilmu yang mendalam. Beliau biasa mengadakan majlis-majlis perbincangan ilmiah dan al-Ghazali mendapat namanya yang terkenal kerana kebolehan debatnya yang sangat baik.

Ilmu pengetahuan al-Ghazali berkenaan dengan fiqh, usul al-din, dan falsafah sedemikian dikagumi oleh Nizam al-Mulk sehingga beliau dilantik sebagai professor Usul al-Din di Nizamiyyah itu (diasaskan pada tahun 458–460 H/1065-67 M) di Baghdad pada tahun 484H/1091M. Waktu itu beliau berumur tiga puluh empat tahun. Ini merupakan kemuliaan yang sedemikian tinggi di alam Islam, dan beliau itu diangkat kepada jawatan yang sedemikian sewaktu umur sedemikian muda, yang tidak pernah orang lain dilantik kepada jawatan sedemikian sewaktu bermur semuda itu.

Beliau sedemikian berjaya sebagai professor di Akademi itu; kuliahnya yang sedemikian cemerlang dan kedalaman ilmu pengetahuannya serta kejelasan huraiannya menarik semakin ramai para pelajar atau pendengar kepadanya, termasuk mereka dari kalangan para sarjana yang terkenal di zaman itu. Dengan segeranya ramai mereka mengiktirafi kefasihan, kedalaman pengetahuan, dan kemampuan beliau sebagai pembicara ilmu, dan kemudiannya beliau dikirakan sebagai ahli usul al-din yang teragung dalam tradisi Asha’irah. Maka beliau diminta nasihat dalam perkara-perkara keagamaan dan siasah dan beliau menimbulkan pengarah yang sebanding dengan pengaruh pegawai-pegawai negara yang tertinggi.

Beliau mencapai kejayaan tertinggi sebagai ulama dilihat dari segi keduniaan lahiriahnya, tetapi dari segi batinnya beliau mula mengalami krisis intelektuil dan kerohanian yang amat mendalam. Rasa syaknya dan menyoal semua perkara yang ada dahulunya pada beliau mula menimbulkan dirinya semula dan beliau sampai bersikap kritikal terhadap mata-mata pelajaran yang diajarkannya sendiri. Beliau merasa kekosongan dalam huraian-huraian yang berupa helah-helah di kalangan para fuqaha. Sistem huraian di kalangan ahli ilmu kalam tidak merupakan keyakinan secara ilmu dan intelektuilnya. Beliau menentang huraian mereka yang memberi penekanan yang berlebihan tentang perkara-perkara doktrinal, kerana yang demikian membawa agama menjadi lingkungan sistem ortodoksi dan berupa sebagai soal-jawab yang dangkal sahaja; perbalahan-perbalahan di kalangan para mutakalimun berupa perakara-perkara soal-jawab tentang pegangan agama yang tidak ada hubungan sebenar dengan kehidupan manusia dengan agamanya.

Sekali lagi beliau menumpukan dirinya kepada penelitian tentang falsafah secara bersungguh-sungguh dan menyeluruh, dan beliau mendapati bahawa pegangan dan keyakinan tidak boleh dibinakan atas pemikiran semata-mata. Akal ada peranannya pada tahap-tahap tertentu, tetapi akhirnya Kebenaran Yang Terakhir memang tidak boleh dicapai dengan akal fikiran. Dengan menyedari tentang batasan-batasan pemikiran dalam hubungan dengan teologi, beliau berada dalam rasa syak berkenaan dengan ilmu dan pegangan lalu beliau merasa tidak tenang jiwanya dan hatinya. Beliau merasa beliau berada dalam kedudukan yang tidak sebenar.

Akhirnya beliau mendapat kesedaran bahawa jalan yang sebenarnya ialah jalan tasawwuf yang membawa manusia kepada kebenaran yang sebenarnya melalui pengalaman rohaniah yang sahih. Beliau telahpun mempelajari ilmu tasawwuf secara teori dan bahkan ada juga melakukan amalan-amalannya; tetapi beliau belum lagi mara ke dalam pengalamannya secara yang sangat jauh. Dia memikirkan bahawa kalaulah beliau menumpukan dirinya kepada perjalanan kesufian melalui ciri-ciri kezuhudan, serta menekuni amalan-amalan spiritual, berserta dengan tafakur yang mendalam, beliau berkemungkinan akan mencapai nur yang sedang dicari-carinya.

Tetapi yang demikian ini melibatkan beliau meninggalkan kerjaya ilmiah yang cemerlang dan kedudukan keduniaan yang sedemikian tinggi itu. Beliau terasa juga runtunan untuk mendapat kemasyhuran dan kehebatan dirinya dalam kehidupan. Tetapi runtunan untuk mencari kebenaran terlalu amat kuatnya. Beliau merasakan bahawa beliau memerlukan keyakinan yang menetap pada pegangan, yang diperkuatkan lagi dengan pemikirannya tentang kedatangan maut. Beliau berada dalam konflik pemikiran dan perasaan sedemikian selama enam bulan lamanya mulai dari bulan Rajab 488H/ Julai 1095.

Beliau menjadi merusut kesihatan badannya dan pemikirannya juga amat terganggu; selera makannya dan penghadamannya hilang sampai suaranyapun tidak ada lagi. Maka senanglah baginya untuk melepaskan jawatannya sebagai professor lalu ia meninggalkan kota Baghdad pada bulan dhul-Qa’idah 488 H/ November 1095 M, secara lahirnya beliau menunjukkan bahawa beliau sedang hendak menunaikan fardhu haji; beliau meminta saudaranya Ahmad menggantinya memberi pengajaran kepada orang ramai dalam masa pemergiannya itu; sebenarnya beliau menjalankan ‘uzlah sebagaimana yang diajarkan oleh para ulama sufi demi untuk mencapai kedamaian fikiran dan hati serta keselamatan untuk rohnya sendiri.

Beliau menyedekahkan semua harta miliknya melainkan bahagian-bahagian tertentu yang diamanahkan untuk perbelanjaan keluarganya, kemudian beliau terus pergi ke Syria.

Selama dua tahun lamanya beliau berada dalam ‘uzlah (tahun 488 H/1095 M ) di salah sebuah daripada menara-menara masjid Umayyah di Damsyik; kemudian beliau pergi ke Jerusalem untuk menjalankan ‘uzlah lagi di mana beliau melakukan tafakur yang mendalam di Masjid ‘Umar dan Qubbat al-Sakhr (The Dome of the Rock). Selepas daripada melawat makam Nabi Ibrahim a.s. di Hebron, beliau melaksanakan hajinya ke Makkah dan pergi ke Madinah. Itu diikuti dengan amalan ber’uzlah di tempat-tempat yang mulia dan masjid-masjid, serta mengembara di padang-padang pasir. Selepas daripada sebelas tahun berada dalam pengembaraan beliau kembali ke kota kelahirannya Tus, dalam tahun 499 H/1105 M.

Berkenaan dengan pengalaman-pengalamannya mengikut apa- apa yang berlaku selepas beliau meninggalkan kota Baghdad, tidak ada apa-apa yang diberitahu olehnya kepada kita. Apa yang diberitahu ialah bagaimana adanya perkara-perkara yang tidak boleh dihuraiakan yang terlalu banyak yang berlaku kepadanya dalam bentuk ilham-ilham sewaktu beliau berada dalam masa ‘uzlahnya itu. Pengalaman-pengalaman itu nampaknya membawa sebagai natijahnya kepada beliau menerima otoritas Nabi s.a.w. dan tunduk dengan sepenuhnya kepada kebenaran-kebenaran yang diwahyukan dalam al-Qur’an.

Antara tanda-tanda awal tentang beliau memberi pembelaan terhadap akidah Ahlis-Sunnah wal-jama’ah (yang memang dahulunya memang beliau memberi pembelaan terhadapnya, tetapi sekarang pembelaan itu diberikan selepas daripada berlaku sesuatu yang boleh disebut sebagai pengesahan secara kerohanian tentang kebenaran-kebenaran itu) ialah penulisannya berjudul ar-Risalah al-Qudsiyyah yang digubah sewaktu beliau berada dalam ‘uzlahnya di Jerusalem, mungkin sebelum 492 H/1099 M sebab pada bulan Sya’ban tahun tersebut Jerusalem ditawan oleh tentera Salib. Ini dimasukkan ke dalam bab ke tiga kitab teragungnya Ihya’ ‘Ulumi’d-Din dalam bab berkenaan dengan dasar-dasar ‘Aqidah; di dalam kitab itu beliau mencatitkan apa yang dipelajarinya dalam masa beliau ber’uzlah sambil melakukan latihan-latihan kerohanian dan menjalankan tafakur yang mendalam itu.

Dalam masa pengembaraan itu beliau terus menerus mengarang kitab-kitab selain daripada Ihya’ ‘Ulumi’d-Din dan dari semasa ke semasa beliau kembali memberi pengajaran kepada para muridnya. Beliau merasakan bahawa ia mempunyai peranan untuk menyelamatkan agama daripada aliran kezindikan dan kekufuran dan beliau mengarang kitab-kitab untuk menegakkan akidah Ahl al-Sunnah wal-jama’ah sebagaimana yang jelas daripada bahagian akidah dalam Ihya’ ‘Ulumi’d-Din dan kitab-kitab lain seperti al-Iqtisad fi’l-I’tiqad; beliau juga mengarang kita tentang kesesatan Batiniyyah dalam kitabnya al-Fad’ih al-Bataniyyah dan juga kesesatan dan kekufuran dalam kitab Faisalat al-Tafriqah bainal-islam wa’z-zanadiqah. Beliau juga meneruskan pemerhatiannya terhadap hadith-hadith Nabi s.a.w.

Bila beliau kembali ke Tus beliau meneruskan hidup ‘uzlahnya serta tafakkur yang diamalnya; bagaimanapun Fakhr al-Mulk anak lelaki Nizam al-Mulk yang memberi lindungan kepadanya, yang waktu itu menjadi wazir kepada Sultan Sanjar menggesa beliau menerima jawatan professor ilmu akidah di Maktab Maimunah Nizamiyyah di Nishapur yang beliau setujui akhirnya, dengan perasaan hati yang berat; tetapi beliau tidak lama bertugas di sana dan kemudiannya kembali ke kota kelahirannya lagi dan membina madrasah di mana beliau memberi pengajaran di sana berkenaan dengan usul al-din dan tasawwuf.

Kemudiannya bila beliau disuruh oleh wazir al-Said mengajar pula dan Nizamiyyah di Baghdad, beliau membuat pilihan untuk menetap di Tus; di sana beliau hidup dengan aman dengan para muridnya; hidupnya dipenuhi dengan pendidikan dan ibadat kepada Allah sehingga beliau meninggal dunia pada 14 Jamadil-Akhir tahun 505 H/19 Disember 1111 M dengan kitab hadith atas dadanya, kata kisahnya.

Ibn al-Jawzi meriwayatkan dalam kitab al-Thabat ‘Inda al-Mamat kisah yang didapatinya daripada Ahmad saudara Imam al-Ghazali bahawa “pada Hari Isnin (14 Jamadil-Akhir) pada waktu masuk Subuh saudaraku Abu Hamid mengambil wudu’nya, sembahyang Subuh, kemudian berkata: ‘Bawa kepadaku kain kafanku’; beliau mengambil kain itu, menciumnya dan meletakkannya pada matanya, sambil berkata: ‘Kami mendengar dan taat dengan penuh persediaan untuk hadhir ke Hadhrat Tuhan, Raja (Yang Maha Berkuasa)’; kemudian beliau melunjurkan kakinya, mengadap kiblat,dan meninggal dunia sebelum matahari naik’.

Diceritakan bahawa Shaikh Abul-hasan al-Shadhili rd bermimpi bahawa ia melihat Nabi s.a.w. menunjukkan Imam Al Ghazali kepada nabi Musa dan ‘Isa, sambil bertanya kepada kedua mereka, ‘Adakah terdapat orang alim yang bijaksana dalam umat anda berdua?’, jawab keduanya tidak ada.

Dalam hayatnya beliau menyedari bahawa beliau mesti bertanggungjawab untuk menghadapi aliran ilhad atau kekufuran yang sedang muncul pada waktu itu menyanggahi ajaran Islam berdasarkan Qur’an dan Sunnah sebagaimana yang ada dalam Ahlis-Sunnah wal-jama’ah. Kerana itu beliau memberi pembelaan terhadap akidah Ahlis-Sunnah wal-jamaah dalam teks-teks karangannya.

Senin, 15 Juni 2009

lebah madu

Lebah Madu


"Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia," kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan."
(QS. An-Nahl: 68-69)
Hampir semua orang tahu bahwa madu adalah sumber makanan penting bagi tubuh manusia, tetapi sedikit sekali manusia yang menyadari sifat-sifat luar biasa dari penghasilnya, yaitu lebah madu.
Sebagaimana kita ketahui, sumber makanan lebah adalah nektar, yang tidak dijumpai pada musim dingin. Oleh karena itulah, lebah mencampur nektar yang mereka kumpulkan pada musim panas dengan cairan khusus yang dikeluarkan tubuh mereka. Campuran ini menghasilkan zat bergizi yang baru-yaitu madu-dan menyimpannya untuk musim dingin mendatang.
Sungguh menarik untuk dicermati bahwa lebah menyimpan madu jauh lebih banyak dari yang sebenarnya mereka butuhkan. Pertanyaan pertama yang muncul pada benak kita adalah: mengapa lebah tidak menghentikan produksi berlebih ini, yang tampaknya hanya membuang-buang waktu dan energi? Jawaban untuk pertanyaan ini tersembunyi dalam kata "wahyu" yang telah diberikan kepada lebah, seperti disebutkan dalam ayat tadi.
Lebah memproduksi madu bukan untuk diri mereka sendiri, melainkan juga untuk manusia. Sebagaimana makhluk lain di alam, lebah juga mengabdikan diri untuk melayani manusia; sama seperti ayam yang bertelur setidaknya sebutir setiap hari kendatipun tidak membutuhkannya dan sapi yang memproduksi susu jauh melebihi kebutuhan anak-anaknya.
ORGANISASI YANG LUAR BIASA DALAM SARANG LEBAH
Kehidupan lebah di sarang dan produksi madunya sangatlah menakjubkan. Tanpa membahas terlalu terperinci, marilah kita amati ciri-ciri utama "kehidupan sosial" lebah. Lebah harus melaksanakan banyak "tugas" dan mereka mengatur semua ini dengan organisasi yang luar biasa.

Pengaturan kelembapan dan ventilasi: Kelembapan sarang, yang membuat madu memiliki kualitas perlindungan tinggi, harus dijaga pada batas-batas tertentu. Pada kelembapan di atas atau di bawah batas ini, madu akan rusak serta kehilangan kualitas perlindungan dan gizinya. Begitu juga, suhu sarang harus 35 C selama sepuluh bulan pada tahun tersebut. Untuk menjaga suhu dan kelembapan sarang ini pada batas tertentu, ada kelompok khusus yang bertugas menjaga ventilasiJika hari panas, terlihat lebah sedang mengatur ventilasi sarang. Jalan masuk sarang dipenuhi lebah. Sambil menempel pada struktur kayu, mereka mengipasi sarang dengan sayap. Dalam sarang standar, udara yang masuk dari satu sisi terdorong keluar pada sisi yang lain. Lebah ventilator yang lain bekerja di dalam sarang, mendorong udara ke semua sudut sarang. Sistem ventilasi ini juga bermanfaat melindungi sarang dari asap dan pencemaran udara.

Sistem kesehatan: Upaya lebah untuk menjaga kualitas madu tidak terbatas hanya pada pengaturan kelembapan dan panas. Di dalam sarang terdapat sistem pemeliharaan kesehatan yang sempurna untuk mengendalikan segala peristiwa yang mungkin menimbulkan bakteri. Tujuan utama sistem ini adalah menghilangkan zat-zat yang mungkin menimbulkan bakteri. Prinsipnya adalah mencegah zat-zat asing memasuki sarang. Untuk itu, dua penjaga selalu ditempatkan pada pintu sarang. Jika suatu zat asing atau serangga memasuki sarang walau sudah ada tindakan pencegahan ini, semua lebah bereaksi untuk mengusirnya dari sarang.
Untuk benda asing yang lebih besar yang tidak dapat dibuang dari sarang, digunakan mekanisme pertahanan lain. Lebah membalsam benda asing tersebut. Mereka memproduksi suatu zat yang disebut "propolis" (resin lebah) untuk pembalsaman. Resin lebah ini diproduksi dengan cara menambahkan cairan khusus yang mereka keluarkan dari tubuh kepada resin yang dikumpulkan dari pohon-pohon seperti pinus, hawwar, dan akasia. Resin lebah juga digunakan untuk menambal keretakan pada sarang. Setelah ditambalkan pada retakan, resin tersebut mengering ketika bereaksi dengan udara dan membentuk permukaan yang keras. Dengan demikian, sarang dapat bertahan dari ancaman luar. Lebah menggunakan zat ini hampir dalam semua pekerjaan mereka.Sampai di sini, berbagai pertanyaan muncul dalam pikiran. Propolis mencegah bakteri apa pun hidup di dalamnya. Ini membuat propolis ideal untuk pembalsaman. Bagaimana lebah mengetahui bahwa zat tersebut ideal? Bagaimana lebah memproduksi suatu zat, yang hanya bisa diproduksi manusia dalam laboratorium dan menggunakan teknologi, dengan pemahaman ilmu kimia? Bagaimana mereka mengetahui bahwa serangga yang mati dapat menimbulkan tumbuhnya bakteri dan bahwa pembalsaman akan mencegah hal ini? Sudah jelas lebah tidak memiliki pengetahuan apa pun tentang ini, apalagi laboratorium. Lebah hanyalah seekor serangga yang panjangnya 1-2 cm dan ia melakukan ini semua dengan apa yang telah diilhamkan Tuhannya.
Penyimpanan Maksimal Dengan Bahan Minimal
Sarang yang dibangun lebah dapat menampung 80 ribu lebah yang hidup dan bekerja bersama-sama, dengan menggunakan sedikit bagian dari lilin lebah.Sarang tersebut tersusun atas sarang madu berdinding lilin lebah, dengan ratusan sel-sel kecil pada kedua permukaannya. Semua sel sarang madu berukuran sama persis. Keajaiban teknik ini dicapai melalui kerja kolektif ribuan lebah. Lebah menggunakan sel-sel ini untuk menyimpan makanan dan memelihara lebah muda. Selama jutaan tahun, lebah telah menggunakan struktur segi enam untuk membangun sarangnya. (Sebuah fosil lebah yang berusia 100 juta tahun telah ditemukan). Sungguh menakjubkan bahwa mereka memilih struktur segi enam, bukan segi delapan atau segi lima. Ahli matematika memberikan alasannya: "struktur segi enam adalah bentuk geometris yang paling cocok untuk memanfaatkan setiap area unit secara maksimum". Jika sel-sel sarang madu dibangun dengan bentuk lain, akan terdapat area yang tidak terpakai, sehingga lebih sedikit madu yang bisa disimpan dan lebih sedikit lebah yang mendapatkan manfaatnya.Pada kedalaman yang sama, bentuk sel segi tiga atau segi empat dapat menampung jumlah madu yang sama dengan sel segi enam. Akan tetapi, dari semua bentuk geometris tersebut, segi enam memiliki keliling yang paling pendek. Kendatipun memiliki volume yang sama, jumlah lilin yang diperlukan untuk membangun sel segi enam lebih sedikit daripada untuk membangun sel segi tiga atau segi empat.Kesimpulannya: sel berbentuk segi enam memerlukan jumlah lilin paling sedikit dalam pembangunannya, dan menyimpan madu paling banyak. Lebah tentu tidak akan mampu menghitung ini, yang hanya dapat dilakukan manusia dengan perhitungan geometris yang rumit. Hewan kecil ini menggunakan bentuk segi enam secara fitrah, hanya karena mereka diajari atau "diilhami" oleh Tuhan mereka. Desain sel segi enam ini sangat praktis dalam banyak hal. Sel-sel tersebut pas saat disusun dan menggunakan satu dinding bersama-sama. Sekali lagi, hal ini menjamin penyimpanan maksimal dengan lilin minimal. Kendatipun agak tipis, dinding sel ini cukup kuat untuk menahan berat beberapa kali lebih besar dari beratnya sendiri. Selain pada dinding sisi sel, lebah juga menggunakan prinsip penghematan maksimal ini ketika membangun ujung-ujung bagian bawah. Sarang dibuat seperti sebuah potongan pipih dengan dua baris sel yang saling membelakangi. Dalam hal ini, terjadi masalah pada titik pertemuan dua sel. Masalah ini diselesaikan dengan cara membangun permukaan bawah sel dengan menggabungkan tiga bujur sangkar. Ketika tiga sel dibangun pada satu sisi sarang, permukaan bawah sel pada sisi lain pun otomatis terbentuk. Karena permukaan bawah tersusun dari plat-plat lilin bujur sangkar, bagian bawah sel-sel yang dibuat dengan cara ini jadi bertambah dalam. Ini berarti volume sel bertambah, dan berarti bertambah pula jumlah madu yang dapat disimpan.
Ciri-Ciri Lain Sarang Madu
Satu hal lain yang dipertimbangkan ketika membangun sarang madu adalah kemiringan sel. Dengan menaikkan kemiringan sel 13 pada kedua sisinya, lebah mencegah sel berposisi sejajar dengan tanah. Dengan demikian, madu tidak akan bocor dari mulut sel.Selagi bekerja, lebah madu saling bergelantungan membentuk lingkaran dan bergerombol. Dengan melakukan hal ini, mereka menghasilkan suhu yang dibutuhkan untuk produksi lilin. Kantung kecil dalam perut mereka memproduksi cairan transparan, yang mengalir keluar dan mengeraskan lapisan lilin tipis. Lebah mengumpulkan lilin dengan menggunakan kait kecil pada kakinya. Mereka memasukkan lilin ini ke dalam mulut, lalu mengunyah serta memprosesnya sampai lilin tersebut cukup lunak, dan membentuknya dalam sel. Sejumlah lebah bekerja bersama untuk menjaga suhu yang dibutuhkan tempat kerja mereka, agar lilin tersebut tetap lunak dan mudah dibentuk. Ada satu hal lagi yang menarik untuk diketahui: pembangunan sarang madu dimulai dari bagian atas sarang dan berlanjut ke bawah secara bersamaan pada dua atau tiga baris yang terpisah. Sementara potongan sarang madu berkembang ke arah yang berbeda, pertama-tama bagian bawah dari dua baris tersebut menyatu. Proses ini dilaksanakan dengan selaras dan tertata secara menakjubkan. Oleh karena itu, sulit dimengerti bahwa sarang madu sebenarnya terdiri atas tiga bagian terpisah. Potongan-potongan sarang madu, yang pembangunannya dimulai dari arah yang berbeda-beda, diatur begitu sempurna, sehingga kendatipun terdapat ratusan sudut berbeda dalam strukturnya, sarang tetap tampak seperti satu sarang yang seragam.
Untuk pembangunan tersebut, lebah harus terlebih dahulu memperhitungkan jarak antara titik awal dan titik sambungan. Lalu, mereka mendesain dimensi sel tersebut sesuai dengan ini. Bagaimana perhitungan yang demikian rumit dapat dilakukan oleh ribuan lebah? Hal ini senantiasa menakjubkan para ilmuwan.Sungguh sangat tidak rasional bila kita mengira bahwa lebah telah menyelesaikan tugas ini, yang hampir tak mampu dilakukan manusia sendiri. Hal ini melibatkan organisasi yang sedemikian rumit dan terperinci, mustahil mereka bisa melakukannya sendiri. Jadi, bagaimana mereka mewujudkannya? Seorang evolusionis akan menerangkan bahwa peristiwa ini dicapai melalui "naluri". Akan tetapi, "naluri" apa yang dapat mempengaruhi ribuan lebah secara bersamaan dan membuat mereka melakukan suatu kerja kolektif? Andaipun setiap lebah bertindak berdasarkan "naluri" masing-masing, ini belum cukup. Yang mereka kerjakan harus bersesuaian dengan naluri lebah-lebah lain untuk dapat mencapai hasil menakjubkan ini. Oleh karena itu, pastilah mereka diarahkan oleh sebuah "naluri" yang berasal dari satu sumber yang unik. Menimbang bahwa lebah mulai membangun sarang dari sudut yang berbeda-beda, lalu menggabungkan pekerjaan mereka tanpa meninggalkan satu celah pun, dan membangun semua sel dengan ukuran sama dalam struktur segi enam sempurna, sudah pasti bahwa lebah menerima pesan naluriah ini dari sumber yang sama persis!
Istilah "naluri" yang digunakan di atas "hanyalah sebuah nama" sebagaimana disebutkan dalam Al Quran, surat Yusuf ayat 40. Tidak ada gunanya berkeras menggunakan "sekadar nama" untuk menyembunyikan kebenaran yang sudah sangat jelas. Lebah diberi petunjuk oleh sebuah sumber unik dan karenanya mereka berhasil melaksanakan pekerjaan mereka-yang tanpa petunjuk ini tak akan mampu mereka lakukan. Bukan naluri-sebuah istilah tanpa arti-yang menunjuki lebah, melainkan "wahyu" yang disebutkan dalam Surat an-Nahl. Binatang mungil ini melaksanakan program yang telah ditetapkan Allah bagi mereka secara khusus.
Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini. (QS- Al Jatsiyah: 4)
Cara Menentukan Arah
Lebah biasanya harus terbang menempuh jarak jauh dan menjajagi wilayah luas untuk menemukan makanan. Mereka mengumpulkan serbuk sari bunga dan bahan pembuat madu dalam jarak 800 m dari sarang. Seekor lebah, yang telah menemukan bunga, terbang kembali ke sarangnya untuk memberi tahu lebah lain tentang tempat bunga tersebut. Bagaimana lebah ini menjelaskan lokasi bunga kepada lebah lain di sarang? Dengan menari!… Lebah yang kembali ke sarangnya mulai menari. Tarian ini adalah sarana ekspresi, yang mereka gunakan untuk memberi tahu lebah lain tentang lokasi bunga. Tarian yang diulang-ulang lebah tersebut mengandung semua informasi tentang sudut, arah, jarak, dan informasi perincian lain tentang sumber makanan, sehingga lebah lain dapat mencapai tempat itu.
Akan tetapi, sekadar mengetahui arah sumber makanan tidaklah cukup. Lebah pekerja juga harus "mengetahui" seberapa jauh mereka harus menempuh perjalanan mengumpulkan bahan pembuat madu. Jadi, lebah dari sumber bunga tersebut memberitahukan jarak serbuk bunga dengan gerakan tubuh tertentu, yakni dengan menggoyangkan bagian bawah tubuhnya dan menimbulkan aliran udara. Misalnya, untuk "menjelaskan" jarak 250 m, ia mengibaskan bagian bawah tubuhnya lima kali dalam setengah menit. Dengan demikian, lokasi pasti sumber makanan tersebut dapat dijelaskan dengan terperinci, baik tentang jarak maupun arahnya.
Ada masalah baru bagi lebah yang memerlukan waktu lama untuk terbang ke sumber makanan. Saat lebah-yang hanya mampu menjelaskan sumber makanan berdasarkan arah matahari-kembali ke sarangnya, matahari bergeser 1 setiap 4 menit. Akhirnya, lebah akan melakukan kesalahan 1 setiap 4 menit perjalanannya, yang ia beri tahukan pada lebah-lebah lain.

Tarian ini berbentuk angka "8" yang diulang terus-menerus oleh lebah tersebut (lihat gambar di atas). Lebah tersebut membentuk bagian tengah angka "8" dengan mengibas-ngibaskan ekor dan bergerak zig-zag. Sudut antara gerakan zig-zag dan garis matahari-sarang menunjukkan arah sumber makanan dengan tepat (lihat gambar di atas).
Anehnya, lebah ini tidak menghadapi persoalan tersebut! Mata lebah terdiri atas ratusan mata segi enam kecil. Setiap lensa berfokus pada satu wilayah sempit, persis seperti teleskop. Lebah yang melihat ke arah matahari pada waktu tertentu di siang hari akan selalu dapat menentukan lokasinya saat terbang. Lebah melakukan perhitungan ini dengan memanfaatkan perubahan cahaya matahari berdasarkan waktu. Akibatnya, lebah menentukan arah lokasi sasaran tanpa salah, dengan melakukan koreksi dalam informasi yang ia berikan di dalam sarang ketika matahari bergerak maju.
Metode Penandaan Bunga
Lebah madu dapat mengetahui kalau bunga yang ia temui telah didatangi dan diambil nektarnya lebih dahulu oleh lebah lain, dan ia segera meninggalkannya. Dengan demikian, ia menghemat waktu dan tenaga. Lalu, bagaimana seekor lebah mengetahui, tanpa memeriksa, bahwa nektar bunga tersebut telah diambil?
Ini terjadi karena lebah yang mendatangi bunga terlebih dahulu menandainya dengan tetesan berbau khas. Begitu seekor lebah baru mengunjungi bunga yang sama, ia mencium bau tersebut dan mengetahui bahwa bunga tersebut sudah tidak berguna dan karenanya langsung pergi ke bunga yang lain. Dengan demikian, lebah tidak membuang waktu pada bunga yang sama.
Keajaiban Madu
Tahukah Anda, betapa madu merupakan sumber makanan penting yang disediakan Allah untuk manusia melalui serangga kecil ini?
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. (QS. Al Jatsiyah, 45: 13)

Madu tersusun atas beberapa senyawa gula seperti glukosa dan fruktosa serta sejumlah mineral seperti magnesium, kalium, kalsium, natrium, klor, belerang, besi, dan fosfat. Madu juga mengandung vitamin B1, B2, C, B6 dan B3 yang komposisinya berubah-ubah sesuai dengan kualitas nektar dan serbuk sari. Di samping itu, dalam madu terdapat pula sejumlah kecil tembaga, yodium, dan seng, serta beberapa jenis hormon.




Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran, madu adalah "obat bagi manusia". Fakta ilmiah ini telah dibenarkan oleh para ilmuwan yang bertemu pada Konferensi Apikultur Sedunia (World Apiculture Conference) yang diselenggarakan pada tanggal 20-26 September 1993 di Cina. Konferensi tersebut membahas pengobatan dengan menggunakan ramuan yang berasal dari madu. Para ilmuwan Amerika mengatakan bahwa madu, royal jelly, serbuk sari, dan propolis dapat mengobati berbagai penyakit. Seorang dokter Rumania mengatakan bahwa ia mengujikan madu untuk pengobatan pasien katarak, dan 2002 dari 2094 pasiennya sembuh total. Para dokter Polandia juga menyatakan dalam konferensi tersebut bahwa resin lebah dapat membantu penyembuhan banyak penyakit seperti wasir, masalah kulit, penyakit ginekologis, dan berbagai penyakit lainnya.
Dewasa ini, apikultur dan produk lebah telah membuka cabang penelitian baru di negara-negara yang sudah maju dalam hal ilmu pengetahuan. Manfaat madu lainnya dapat dijelaskan di bawah ini:
Mudah dicerna: Karena molekul gula pada madu dapat berubah menjadi gula lain (misalnya fruktosa menjadi glukosa), madu mudah dicerna oleh perut yang paling sensitif sekalipun, walau memiliki kandungan asam yang tinggi. Madu membantu ginjal dan usus untuk berfungsi lebih baik.
Rendah kalori: Kualitas madu lain adalah, jika dibandingkan dengan jumlah gula yang sama, kandungan kalori madu 40% lebih rendah. Walau memberi energi yang besar, madu tidak menambah berat badan.
Berdifusi lebih cepat melalui darah: Jika dicampur dengan air hangat, madu dapat berdifusi ke dalam darah dalam waktu tujuh menit. Molekul gula bebasnya membuat otak berfungsi lebih baik karena otak merupakan pengonsumsi gula terbesar.
Membantu pembentukan darah: Madu menyediakan banyak energi yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan darah. Lebih jauh lagi, ia membantu pembersihan darah. Madu berpengaruh positif dalam mengatur dan membantu peredaran darah. Madu juga berfungsi sebagai pelindung terhadap masalah pembuluh kapiler dan arteriosklerosis.
Membunuh bakteri: Sifat madu yang membunuh bakteri disebut "efek inhibisi". Penelitian tentang madu menunjukkan bahwa sifat ini meningkat dua kali lipat bila diencerkan dengan air. Sungguh menarik bahwa lebah yang baru lahir dalam koloni diberi makan madu encer oleh lebah-lebah yang bertanggung jawab merawat mereka-seolah mereka tahu kemampuan madu ini.
Royal jelly: Royal jelly adalah zat yang diproduksi lebah pekerja di dalam sarang. Zat bergizi tinggi ini mengandung gula, protein, lemak, dan berbagai vitamin. Royal jelly digunakan untuk menanggulangi masalah-masalah yang disebabkan kekurangan jaringan atau kelemahan tubuh.
Jelaslah bahwa madu, yang diproduksi jauh melebihi jumlah kebutuhan lebah, dibuat untuk kepentingan manusia. Dan telah jelas pula bahwa lebah tidak dapat melakukan tugas-tugas yang sedemikian sulit "dengan sendirinya

Rabu, 10 Juni 2009

PROGRAM GURU BANTU PP.SALAFIYAH AL-UTSMANI BEDDIAN

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang. Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Tahu lagi Maha Kuasa. Dan sholawat sejahtera kami pintakan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Pembawa khabar gembira dan duka, juga kami pintakan untuk ahli kerabat, sahabat-sahabat dan pengikut-pengikut beliau semuanya.
Buku ini di terbitkan atas permintaan dari penanggung jawab guru tugas dan simpatisan pondok pesantren Salafiyah Al-Utsmani. Sebagian dari isinya yakni larangan-larangan guru tugas dan penanggung jawab guru tugas, adalah kesepakatan bersama antara pengurus dan penanggung jawab dalam rapat pertemuan yang kedua tepatnya tanggal 15 Rabi’ul Awal 1418.H. di ponpes Al-Utsmani.
Sehubungan dengan banyaknya usulan, maka pengurus mengadakan koreksi bersama, ternyata usulan-usulan tersebut banyak yang beda lafadl namun muatannya sama. Oleh karena itu pengurus mengadakan perampingan-perampingan sebagaimana mestinya. Dan selanjutnya hasil rapat itu di sahkan oleh pengasuh. Buku panduan dan tata tertib ini memuat mukaddimah, bab, dan khatimah. Adapun system penyusunannya, kami mulai dari beberapa panduan secara garis besar, dilanjutkan dengan ketentuan-ketentuan yang harus di laksanakan oleh penanggung jawab dan guru tugas, kemudian di akhiri dengan maklumat sebagai penutup.
Ketentuan-ketentuan yang sudah kita sepakati bersama itu dan sudah mendapat pengesahan dari pengasuh perlu sekali di fahami oleh guru tugas dan penanggung jawab maupun calon penanggung jawab. Agar segala apa yang kita lakukan sesuai dengan sasaran dan tujuan program penugasan guru tugas Ponpes Al-Utsmani.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua fihak yang telah membantu menyelesaikan buku ini JAZAKUMULLAH AHSANAL JAZA’. Semoga buku ini bermanfaat demi demi sukses dan lancarnya pendidikan dan pengajaran di Ponpes Salafiyah Al-Utsmani dan madrasah yang mendapat bantuan guru tugas.

Beddian : 1 Romadlan 1419.H.
20 Desember 1998.M



BAB I
MUQADDIMAH


I. PROGRAM GURU TUGAS
Sebelum ada program guru tugas. Pengurus pondok pesantren salafiyah Al-Utsmani telah menugaskan santrinya pada madrasah yang ada disekitar pesantren.
Pada saat itu santri yang di tugas mengajar tersebut tidak diperkenankan bermukim di tempat tugas. Akan tetapi harus pulang ke pondok setiap kali selesai mengajar.
Hal ini mengundang partisipasi dari masyarakat terhadap pesantren. Partisipasi tersebut ditandai dengan adanya permintaan madrasah lain terhadap bantuan guru pada pesantren.
Mula-mula ide program guru tugas dari ketua umum yang pada saat itu di amanahkan pada KH.Ghazali Utsman. Setelah melalui rapat pengurus beliau minta idzin pada pengasuh kedua ponpes Al-Utsmani yaitu KH.Abdul Hamid Utsman. Alhamdulillah pengasuh merestuinya.
Akhirnya penugasan guru tugas pesantren Al-Utsmani yang pertama dilaksanakan. Tepatnya pada tanggal 21 Syawal 1422.H. (1991.M)
Adapun madrasah yang mendaftarkan diri pada saat itu lima madrasah. Sedangkan guru yang di berangkatkan berjumlah enam orang.

II. TUJUAN PROGRAM GURU TUGAS
Secara garis besar program guru tugas al-Utsmani memiliki empat tujuan pokok yang ingin di capai.
Tujuan yang pertama, adalah menyemarakkan pendidikan Islamiyah dalam rangka berjuang li’i’la’i kalimatillah.
Yang kedua, murid- murid yang sudah tamat dari tingkat Wustha Al-Utsmani yang melaksanakan dapat menambah ilmu pengetahuan, memperbenyak amal shalih dan melihat langsung warna-warni kehidupan serta situasi dan kondisi masyarakat.
Yang ketiga, agar madrasah yang mendapatkan guru tugas bias memanfaatkannya sebagai tambahan tenaga pengajar dan sekeligus bias lebih meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran di madrasah.
Yang keempat, agar pesantren Al-Utsmani dapat lebih menjalankan fungsinya sebagai lembaga penyebar ilmu pengetahuan dan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan anak didiknya.
Utamanya dalam bidang kemasyrakatan dalam rangka menyongsong masa depan yang gemilang.


III. PROSEDUR PERMOHONAN GURU TUGAS

1. Pemohon baru
a. Pemohon datang langsung pada pengurus pesantren salafiyah Al-Utsmani, dalam hal ini kepala bagian urusan guru tugas.
b. Mengisi formulir yang telah di sediakan oleh pengurus.
c. Waktu pengajuan permohonan mulai bulan Syawal s/d 20 Sya’ban.

2. Pemohon ulang
a. Mengisi blanko permohonan yang telah di sediakan oleh pengurus.
b. Mengirimkan permohonan tersebut selambat-lambatnya tanggal 20 Sya’ban.

Penjelasan :
ü Pemohon ulang adalah pemohon yang sudah pernah mendapatkan guru tugas dari Al-Utsmani dan masih membutuhkan pada tahun berikutnya kecuali PJGT yang mendapat sangsi dari pengurus.
ü Kepastian di kabulkan atau tidaknya permohonan dapat di ketahui antara
tanggal 1 Syawal s/d 15 Syawal

IV. UNSUR-UNSUR PELAKSANA

1. KEPALA BAGIAN GURU TUGAS
a. Mengontrol, mengawasi, dan meng- evaluasi pelaksanaan penugasan agar berjalan dengan baik.
b. Menyelenggarakan rapat-rapat yang berkaitan dengan guru tugas setelah bermusyawarah terlebih dahulu dengan pengurus.
c. Memberikan bimbingan kepada guru tugas dan penanggung jawabnya.
d. Menetapkan kelulusan, pemutasian atau penarikan guru tugas dari tempat tugas
e. Menandatangani surat-surat yang berkaitan dengan guru tugas sesuai
dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
f.
Bertanggung jawab atas segala aktifitas dan masalah yang berkaitan dengan penugasan guru tugas.

2. KOORDINATOR GURU TUGAS

a. Mengawasi dan mengontrol kegiatan yang dilaksanakan guru tugas dan penanggung jawab guru tugas.
b. Memberikan bimbingan atau penyuluhan kepada guru tugas dan penanggung jawab guru tugas.
c. Penghubung keperluan yang berkaitan dengan urusan guru tugas antara tiga fihak yaitu : Pengurus, penanggung jawab dan guru tugas.
d. Memberi teguran atau saran kepada penanggung jawab dan guru tugas sewaktu di perlukan.
e. Memutasi atau memindah tempat guru tugas apabila dipandang perlu dan maslahah, kemudian melaporkan pada pengurus pesantren.
f. Melaporkan situasi penugasan pada pengurus sedikitnya setahun dua kali.

3.
SEKRETARIS

a. Menerima surat permohonan guru tugas dari penanggung jawab setiap tahun.
b. Bertanggung jawab terhadap keluar masuknya surat-surat yang berkaitan dengan guru tugas.
c. Bersama ka.bag guru tugas dan koordinator menyusun dan mengajukan ranking permohonan guru tugas dan masalah penempatan guru tugas kepada pengurus.

4. PENANGGUNG JAWAB GURU TUGAS

PJGT ialah seseorang yang telah ditunjuk oleh pengurus madrasah pemohon untuk bertanggung jawab atas keberadaan guru tugas . PJGT ini berfungsi sebagai pengurus Pesantren Al-Utsmani dan sebagai wali dari guru tugas.


BAB II
FUNGSI, HAK DAN KEWAJIBAN GURU TUGAS DAN PENANGGUNG JAWAB

I. GURU TUGAS
1. FUNGSI

a. Sebagai guru Bantu yang dimanfaatkan dimadrasah tempat tugas.
b. Sebagai santri Pesantren Al-Utsmani di dalam menjalankan ketentuan-ketentuan pengurus pesantren.

2. HAK DAN WEWENANG

a. Menerima bantuan biaya pengobatan dari PJGT disaat sakit.
b. Mendapat konsumsi harian dari PJGT menurut situasi dan kondisi setempat.
c. Membantu menyusun atau meran-cang program-program kemajuan madrasah dengan bekerja sama atau bermusyawarah dengan pimpinan setempat.
d. Mengikuti kegiatan-kegiatan keaga-maan yang mu’tabarah sejauh tidak mengganggu kegiatan di madrasah.

3.
TUGAS DAN KEWAJIBAN

Tugas dan kewajiban guru tugas secara lengkap tertulis dalam lembaran tata tertib guru tugas.

II. PENANGGUNG JAWAB GURU TUGAS
atau PJGT

1. FUNGSI
a. Sebagai pengurus pesanren Al-Utsmani dalam hal memberikan bimbingan, pengarahan dan per-idzinan pulang atau pergi kepada GT.
b. Sebagai wali guru tugas dalam hal memberikan jaminan kebutuhan harian.

2. HAK DAN WEWENANG

a. Memanfaatkan guru tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Memberi atau menolak idzin yang diajukan oleh GT sesuai dengan petunjuk yang ditetapkan oleh pengurus tenteng pemberian idzin.
c. Mengambil kebijaksanaan tentang hal-hal yang tidak tercantum dalam buku tata tertib, apabila di perlukan. Dan segera melaporkan pada pengurus.

3. TUGAS DAN KEWAJIBAN

Tugas dan kewajiban penanggung jawab guru tugas secara lengkap tertulis dalam lembaran tata tertib PJGT.

III. PEMANFAATAN GURU TUGAS

a. Guru tugas ditugaskan oleh pesantren untuk membantu mengajar pada madrasah yang telah ditentukan oleh pengurus dua tahun pelajaran, masing- masing dari tanggal 17 Syawal hingga 19 Sya’ban tahun berikutnnya.
b. Guru tugas seharusnya dimanfaatkan untuk mengajar pendidikan agama pada tingkat awwaliyah diniyah / ibtidaiyah atau yang sederajat. mengingat guru tugas Al-Utsmani adalah siswa lulusan madrasah diniyah Wustha dengan kurikulum sendiri.
12 c. Apabila PJGT ingin memanfaatkan GT di luar ketentuan diatas,
seharusnya PJGT mengkonsultasikan lebih dahulu dengan GTnya.




BAB III
Pasal I
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN GURU TUGAS


1. Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan li’i’la’ikalimatillah serta demi semaraknya syi’ar Islam.
2. Melaksanakan kewajiban-kewajiban, baik sebagai guru di tempat tugas atausebagai guru tugas pesantren salafiyah Al-Utsmani Beddian dengan penuhkesadaran.
3. Menjaga nama baik pesantren Al-Utsmani dan madrasah yang di tempati denganmelakukan perbuatan-perbuatan yang baik (akhlakul karimah) serta menjahuiperilaku yang tercela (akhlak dzamimah).
4. Menjaga kata-kata dan perbuatan di mana saja.
5. Memakai pakaian yang rapi, sopan dan berkopiyah sesuai dengan statusnya sebagai guru.
6. Menempati tempat (bilik) yang telah di sediakan oleh PJGT atau pengurus madrasah.
7. Meminta idzin kepada PJGT bila akan pulang atau pergi meninggalkan
kewajiban di tempat tugas karena ada udzur syar’iy
. 8. Memberi teladan yang baik kepada murid dan masyarakat.
9. Memenuhi panggilan pengurus dan atau koordinator.
10. Mengisi laporan yang telah disediakan oleh pengurus, paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan (hijriyah) yang di tentukan sesuai
jadwal.
11.Mengikuti rapat-rapat, terutama rapat penyerahan guru tugas pada
tanggal yang di tentukan.

Pasal II
LARANGAN-LARANGAN GURU TUGAS

1. Menjalin hubungan dengan wanita selain mahromnya.
2. Mengambil milik orang lain tanpa seidzin orangnya.
3. Berkelahi atau bertengkar dengan siapa saja.
4. Memproses ikatan pertunangan di tempat tugas.
5. Akad nikah sebelum masa tugas berakhir ( tanggal 20 Sya’ban ).
6. Meminjam atau mengendarai sendiri kendaraan bermotor.
Bermalam di luar tempat yang di sediakan, tanpa seidzin PJGT.
7. Mendatangi tempat-tempat yang dapat menimbulkan fitnah ataupan hanya tuhmah.
8. Pulang atau meninggalkan madrasah sewaktu madrasah masih aktif masuk
( belum libur ).
9. Melaksanakan tugas-tugas kemasyraka-tan tanpa idzin dari PJGT.
10. Melakukan atau hadir pada kegiatan yang dapat mengganggu aktifitas madrasah.
11. Berbisnis di tempat tempat tugas.
12. Ikut mengelola keuangan madrasah atau pesantren di tempat tugas.
13. Mengerjakan hal-hal yang dapat merusak muru’ah guru.
14. Melepas kopiyah ketika keluar madrasah.
15. Berkunjung ke masyarakat tidak pada waktunya.
16. Bertamasya atau rekreasi.
17. Melakukan perbuatan sodomi
( homoseksual ).
18. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan cemarnya citra pesantren.
19.
Mengadukan penderitaan di tempat tugas kepada orang tua.
20. Membawa alat komunikasi seperti handphone dan sejenisnya ketempat tugas.



Pasal III
SANGSI-SANGSI

A. SANGSI BERAT

1. Di serahkan kembali pada orang tuanya.
2. Di panggil lagi ke pondok dan selamanya tidak di perkenankan tugas lagi.

B. SANGSI SEDANG

1. Tidak di luluskan dari madasah Wustha Al-Utsmani.
2. Di sekors untuk sementara.
3. Di mutasi ke tempat tugas lain.

C. SANGSI RINGAN

1. Menurut kebijakan pengurus pesantren.

Penjelasan :

1. Sangsi berat dilaksanakan oleh pengasuh.
2. Sangsi sedang dan ringan dilaksanakan oleh pengurus yang menerima mandat dari pengasuh dan ketua umum.

SANGSI ATAS PELANGGARAN

1. Di serahkan kembali pada walinya bagi guru yang :
a. Berhubungan denagan wanita yang bukan mahromnya. (pasal II No.1)
b. Mengambil milik orang lain tanpa idzin orangnya (pasal II No.2)
c. Berkelahi atau bertengkar dengan siapa saja (pasal II No. 3)
2. Di panggil kembali ke pondok dan selamanya tidak di perkenankan tugas lagi, bagi guru tugas yang :
a.
Melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan cemarnya citra pesantren (pasal II No.19)
b. Melakukan perbuatan sodomi. (homoseksual). (pasal II No.18)

3. Tidak diluluskan dari madrasah Wustha Al-Utsmani. Bagi guru tugas yang:

a. Tidak menjaga nama baik pondok pesantren Al-Utsmani dan madrasah yang Di tempati. (pasal I No.3)
b. akad nikah sebelum masa tugas berakhir. (pasal II No.5)
c. Memproses ikatan pertunangan di masa tugas. (pasal II No.4)
4. Di sekors untuk sementara bagi guru tugas yang :
a. Tidak memberi teladan yang baik pada murid dan masyarakat (pasal I No.8).
b. Mendatangi tempat-tempat yang dapat menimbulkan fitnah atau tuhmah
(pasal II No.8)
c. Mengerjakan hal-hal yang dapat merusak muru’ah guru (pasal II No.14).
5.
Di mutasi ke tempat lain bagi guru tugas yang :
a. Melakukan atau hadir pada kegiatan yang dapat mengganggu aktifitas
Madrasah (pasal II No. 11).
b. Berbisnis di tempat tugas. (pasal II No.12).
6. Di beri sangsi menurut kebijaksanaan pengurus, bagi guru tugas yang :
a. Tidak lapor atau terlambat mengirim laporan tiap bulan (pasal I No.10).
b. Tidak memenuhi panggilan pengurus dan atau koordinator.(pasal I No.9).
c. Bermalam di tempat yang sudah di sediakan, tanpa seidzin PJGT.
( pasal II No.7).
d. Ikut mengelola keuangan pesantren atau madrasah (pasal II No.13).
e. Melepas kopiyah ketika keluar madrasah. (pasal II No.15)
f. Berkunjung ke masyarakat tidak pada waktunya. ( pasal II No.16 ).
g. Mengadukan penderitaan di tempat tugas pada orang tua. (pasal II No.20).
h. Bertamasya. ( pasal II No.17 ).

i.
Meminjam atau mengendarai sendiri kendaraan bermotor.(pasal II No.6)
j. Pulang atau meninggalkan madrasah sewaktu madrasah masih aktif masuk (belum libur). (pasal II No.9).
k. Melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan tanpa idzin dari PJGT . (pasal II No.10).
l. Membawa alat komunikasi handphone dan sejenisnya ketempat tugas.(pasal II No.21).
7. Sangsi atau ta’ziran yang lain di tetapkan berdasarkan hasil pertimbangan pengurus serendah-rendahnya ka.bag. ketertiban dan keamanan.



BAB IV
Pasal IV
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PENANGGUNG JAWAB GURU TUGAS


1. Bertanggung jawab terhadap keberadaan guru tugas.
2. Memberi peringatan dan menegur guru tugas yang telah melakukan pelanggaran atau melaporkan kepada pengurus sesuai dengan pelanggarannya.
3. Menta’ati ketentuan-ketentuan tata tertib yang di tetapkan oleh pengurus.
4. Memberi bisyaroh (uang saku) pada GT sebelum tanggal sepuluh (Hijriyah) sesuai dengan ketentuan yang telah di tetapkan oleh pengurus.
5. Menyediakan tempat yang layak, yang akan di tempati oleh GT, secara terpisah dari rumah PJGT.
6. Tidak memberi idzin pada GT untuk keluar dari tempat tugas, bila hal itu dapat mengganggu kelancaran pendidikan pesantren atau madrasah, kecuali ada udzur syar’iy.
7. Mengisi blanko laporan yang telah disediakan oleh pengurus, dan mengirimnya paling lambat tanggal sepuluh (hijriyah) pada setiap waktu laporan sesuai jadwal yang dibuat oleh pengurus.
8. Menghadiri sendiri pada acara pertemuan PJGB dan pengurus Pesantren Salafiyah Al-Utsmani.

Pasal V
LARANGAN-LARANGAN PJGT
1. Memberi motivasi ataupun peluang untuk hal-hal yang tidak baik.
2. Memberi tugas diluar kemampuan GT.
3. Membawa GT untuk kepentingan sosial politik.
4. Meminta bantuan GT untuk kepentingan pribadi yang sama sekali tidak ada
sangkut pautnya dengan pendidikan.
5. Berbuat sesuatu yang dapat mengganggu kegiatan-kegiatan GT, yang mana kegiatan tersebut bermanfaat bagi kemajuan dan kelancaran pendidikan.
6. Menggantikan tugas-tugas kemasyarakatan pada GT (keberadaan GT tak lebih dari sekedar membantu saja).
7. Tidak memberi atau jarang atau sering terlambat memberi bisyaroh kepada GT.
8. Menempatkan GT di rumah PJGT sendiri.
9.
Membawa GT yang sedang sakit ke rumah GT atau pesantren, kecuali melalui pertimbangan-pertimbangan pengurus pesantren al-Utsmani terlebih dahulu.
10. Memberi tugas untuk mengajar lebih dari dua kelas.



Pasal VI
SANGSI-SANGSI

A. SANGSI BERAT

a. Di cabut guru tugasnya dan tidak akan mendapat bantuan guru lagi.

B. SANGSI SEDANG

a. Di cabut guru tugasnya, namun bisa mendapatkan lagi pada priode berikutnya.
b. Di sekors untuk sementara.
c. Guru tugasnya di motasi.

C. SANGSI RINGAN

a. Menurut kebijaksanaan pengurus pesantren al-Utsmani.

SANGSI ATAS PELANGGARAN

1. Di cabut GT-nya dan tidak akan mendapatkan GT lagi. Bagi PJGT yang :
a. Tidak bertanggung jawab terhadap keberadaan guru tugas (pasal IV No.1).
b. Memberi motivasi ataupun peluang untuk hal-hal yang tidak baik (pasal V No.1).

2. Di cabut GT-nya namun bisa mendapat lagi pada priode berikutnya bagi PJGT
yang :
a. Menempatkan GT di rumah PJGT sendiri (pasal V No.8).
b. Membawa GT untuk kepentingan sosial politik (pasal V No.3).
c. Membawa pulang GT yang sedang sakit kerumahnya atau kepesantren…(pasal V No.9).
d. Tidak mentaati ketentuen ketentuan tata tertib yang telah di tetapkan oleh pengurus. (pasal IV No.9).
3. Di sekors untuk sementara. Bagi PJGT yang :

Minta bantuan GT untuk kepentingan pribadi yang sama
a. sekali tidak ada sangkut pautnya dengan pendidikan. (pasal V No.4).
b.
Tidak memperingati, tidak menegur GT yang melakukan pelanggaran dan atau tidak melaporkan pada pengurus sesuai dengan pelanggarannya. (pasal IV No.2).

4. Guru tugasnya di mutasi. Bagi PJGT yang :
a. Memberi tugas di luar kemampuan GT. (pasal V No.2)

5. Sangsi menurut kebijaksanaan pengurus. Bagi PJGT yang :
a. Memberi idzin pada GT untuk keluar dari tempat tugas dan hal itu dapat
b. Mengganggu kelancaran pendidikan di madrasah. (pasal IV No.6).
c. Berbuat sesuatu yang dapat mengganggu kegiatan GT, yang mana kegiatan tersebut bermanfaat bagi kelancaran pendidikan.(pasal V No.5).
d. Menggantikan tugas-tugas kemasyarakatan kepada GT. (pasal V No.6).
Tidak memberi atau jarang atau sering terlambat memberi bisyaroh kepada GT. (pasal V No.7).
e. Tidak menghadiri sendiri pada rapat pertemuan PJGT dan pengurus pesantren. (pasal IV No.8).
f. Memberi tugas untuk mengajar lebih dari dua kelas. (pasal V No.10).




BAB V
PETUNJUK LAPORAN BAGI GURU TUGAS DAN PENANGGUNG JAWAB



1. Setiap GT di wajibkan mengirimkan laporan, sesuai jadwal yang telah di buat oleh pengurus. Paling lambat tanggal sepuluh (kalender Hijriyah). Bisa di titipkan / lewat pos / diantar sendiri ke pesantren.
2. Laporan harus jujur, apa adanya. Agar dapat di jadikan sebagai bahan pertimbangan oleh pengurus. Laporan yang dibuat-buat dianggap berkhianat oleh karena itu yang bersangkutan harus bertanggung jawab pada pengurus.
3. Apabila terjadi sesuatu yang sangat mendesak dan tidak mungkin menunggu laporan berikutnya. GT atau PJGT seyogyanya melaporkan langsung pada pengurus pesantren al-Utsmani, guna mendapat tindak lanjut yang cepat pula. Dan permasalahan tidak berlarut-larut.
4. Blanko laporan sudah di sediakan oleh pengurus. Sedangkan cara mengisinya adalah sebagai berikut :

a.
Mengisi kolom-kolom yang kosong sesuai dengan data GT / PJGT yang sudah
b. Masuk pada pengurus. Serta mencoret yang tidak perlu bagi kolom yang bertanda )*.
c. Tanggal laporan supaya di isi dengan tanggal waktu laporan di tulis.
d. Laporan supaya ditanda tangani oleh pelapor. Bagi GT tak perlu setempel madrasah, bagi PJGT harus dengan setempel madrasah.
e. * Hubungan GT dan PJGT di sebut sering apabila, di lakukan minimal tiga kali dalam satu bulan.
* Hubungan GT dan PJGT di sebut jarang apabila, dalam sebulan hanya di lakkukan dua atau satu kali pertemuan dalam sebulan.
* PJGT dan GT yang tidak pernah bertemu dalam satu bulan di anggap tidak pernah berhubungan.
* Yang di maksud hubungan di sini adalah pertemuan PJGT dengan GT sedikitnya sepuluh menit.

5.
Idzin pulang atau pergi.
a. GT di perbolehkan pulang apabila di madrasah yang bersangkutan sedang liburan. Akan tetapi wajib membawa surat idzin.
b. Bepergian sejauh sepuluh kilometer, atau bepergian bermalam, wajib membawa surat idzin dari PJGT. dan bagi jarak yang kurang dari sepuluh kilometer, cukup dengan idzin lisan saja.
c. PJGT memiliki wewenang mempertimbangkan di kabulkan atau tidak idzin yang di ajukan oleh guru tugas.






BAB VI
KHOTIMAH

Di bagian akhir ini ingin kami sampaikan beberapa maklumat yang perlu kita perhatikan bersama. Antara lain :

1. Bimbingan yang rutin dari PJGT dan terus menerus terhadap guru tugas adalah sangat di perlukan, demi tercapainya tujuan-tujuan yang telah di sebut pada bab I Muqaddimah. Karena guru tugas yang di kirimkan tersebut adalah murid lulusan madrasah diniyah tingkat Wustha, untuk berlatih menjadi guru yang baik.

2. Masa akhir tugas telah di sepakati oleh pengurus tanggal 20 Sya’ban. Yang mana hal itu akan di tandai dengan rapat penyerahan guru tugas oleh penanggung jawab kepada pengurus pesantren al-Utsmani Beddian.

3. Hal-hal yang belum tercantum dalam buku ini dapat di atur kemudian Sesuai dengan relevansi-nya. Dan pengurus akan mengadakan Perubahan-perubahan sebagaimana mestinya.
Hanya dengan taufiq dan ‘inayah-Nya buku ini dapat terselesaikan. Oleh karenanya tak ada kata yang paling pantas kami ucapkan kecual al-hamdulillahi rabbil’alamin. Dan jazakumullah ahsanal-jaza’, kepada semua fihak atas segala bantuannya.

Semoga dengan terbitnya buku ini semua fihak khususnya GT dan PJGT dapat menggunakannya sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas dan segala aktifitas. [][][]