Sabtu, 23 Mei 2009

kyai santri

Date: Sun May 25, 2003 9:54 amSubject: Kyai, Santri dan Karya Tulis: Kyai Indonesia itu "Qona'ah"Oleh: Mario GaghoKata-kata yang saya jadikan judul di atas adalahkutipan langsung dari seorang Ulama kenamaan IndiaSyed Abul Hasan Annadwi, seorang penulis prolifik dari200-an lebih buku, tokoh Sufi, pengasuh "pesantren"Nadwatul Ulama, Lucknow, India. Ungkapan halus penuhempati itu beliau ucapkan di depan sejumlah mahasiswaIndonesia yang sedang berkunjung, termasuk penulis.Apa yg diungkapkannya sebenarnya mengandung sindiranhalus atas "kering"-nya karya yg muncul dari para kyaipengasuh pesantren di Indonesia. Terutama karya-karyabesar dalam bentuk buku utuh, bukan kumpulantulisan-tulisan di media. Penulis tidak akanmembandingkan kadar produktifitas kyai Indonesiadengan para Ulama di negara Arab, Mesir misalnya.Karena sistem pembelajaran mereka yang rata-ratamelalui bangku universitas dengan sistem yangsistematis telah memungkinkan mereka untuk produktif. Tulisan singkat berikut cuma akan membuat perbandinganantara "kyai" di India yang umumnya dipanggil Maulanadan Kyai Indonesia. Pesantren Salaf Rata-rata kyai tradisional adalah hasil didikan daripesantren tradisional (salaf). Dan hal ini tidakberbeda dengan para kyai di India yang umumnya lulusan"pesantren salaf" Darul Ulum, Deoband. Deoband adalahsebuah daerah sejauh kurang lebih 150 km dari NewDelhi yang sekaligus menjadi nama populer salah satupesantren tertua di India ini (didirikan pada 30 Mei1866). Dilihat dari usianya sebenarnya pesantren initidak jauh beda usianya dengan pesantren-pesantren tuaIndonesia yang terkenal, seperti Langitan, Sidogiri,Lirboyo, Tebuireng, dll. Pesantren salaf Deoband banyak menelorkan Kyai-kyai ygdi India disebut dengan julukan Maulana. Sama denganpesantren salaf Indonesia yang banyak menciptakan Kyaibesar berkaliber nasional maupun internasional.Kelebihan dari pesantren-pesantren salaf di Indiaadalah mereka juga berhasil menciptakan banyak penulisproduktif, mufassir handal, muhaddits terkenal, faqihyang mumpuni, yang semua keahlian mereka itu dapatkita nikmati melalui karya-karya tulis mereka baikberbahasa Urdu maupun yang berbahasa Arab atau Inggris(umumnya diterjemahkan oleh para santri yang berasaldari mancanegara, tapi tidak sedikit kyai India yangmenulis dalam bahasa Arab, seperti Al Malibari,penulis kitab Fathul Muin, yang sangat populer diIndonesia). Oleh karena itu, nama pesantren Deoband dikenal tidakhanya di India tapi juga di dunia Internasional. Tidakheran kalau lulusan Fadhilat Deoband (setingkat S-1)dari pesantren Deoband ini dapat langsung melanjutkandi tingkat tiga di Universitas Al-Azhar, Mesir. Suatuprestasi yang masih menjadi angan-anganpesantren-pesantren salaf Indonesia.Silabus Pendidikan Tidak Sistematis Mengapa mereka bisa, sedang kita tidak? Ada sejumlahfaktor yang menghambat terjadinya akselerasiintelektual santri salaf untuk dapat mumpuni danproduktif dalam disiplin ilmu agama yang merekatekuni. Salah satunya yang terpenting adalah silabuspesantren salaf yang kurang sistematis. Sepertidiketahui, umumnya pesantren salaf memiliki dua sistempendidikan: madrasah dan pengajian langsung ke Kyai.Penulis melihat kurikulum madrasah di pesantren salafkurang padat, terlalu banyak pengulangan khususnyadalam bidang tata bahasa Arab (Nahwu dan Sharaf) danfiqih. Keharusan menghafal Alfiyah ibnu Malik sebanyakseribu baris adalah sangat time consuming yangsebenarnya dapat dimanfaatkan untuk menghafal materiyang lebih bermanfaat, seperti Qur'an atau Hadits.Sementara kajian Quran dan Hadits, yang nota benemenjadi ujung tombak dari fiqih itu sendiri sangatlahkurang. Umumnya santri membutuhkan waktu minimum sembilansampai 12 tahun untuk dapat lulus dari madrasah dipesantren salaf. Ketika seorang santri lulus daritingkat Tsanawiyah, bagi pesantren yang pendidikanutamanya sampai tingkat ini, seperti Sidogiri; atauAliyah bagi pesantren-pesantren salaf seperti Lirboyo,Langitan, dll, maka kemampuan yang dapat diharapkandari mereka adalah penguasaan Nahwu/Sharaf yang baik,dan dapat membaca kitab-kitab fiqih kelas menengahseperti Fathul Qarib, Fathul Mu'in, dll. Jangandiharapkan mereka dapat menguasai kitab-kitab tafsirdi atas Jalalain, atau Hadits-hadits standar sepertiKutubus Sittah, karena yang dipelajari umumnya tidaklebih dari Bulughul Maram, atau sekelas dengan itu. Untuk sekedar perbandingan, pesantren Deoband (India)hanya membutuhkan waktu delapan tahun dengan perincianmasing-masing jenjang pendidikan Ibtidaiyah,Tsanawiyah, Aliyah, dan Fadhilat (S-1) ditempuh tigatahun. Selesai delapan tahun ini santri sudahmenguasai Nahwu/Sharaf, Sastra Arab, kitab Hidayat (alUmm-nya madzhab Hanafi), hadits Kutubus Sittah, plusMuwatha' Malik, Muwatha Imam Muhammad, dan Thahawi;tafsir Jalalain, dan sejarah Islam dari era Nabisampai dinasti Muslim India. Kalau santri hendakmengambil spesialisasi (program Master) di bidangtertentu, ia harus menambah dua tahun lagi. Sebagaicontoh, bagi yang hendak mengambil spesifikasi tafsir,maka dalam dua tahun tersebut ia akan merampungkanTafsir Ibnu Kathir, Tafsir Baidhawi, dan ilmu tafsiruntuk tingkat advanced yang kemudian diakhiri denganmenulis thesis. Dus, untuk mencapai tingkat "master"santri Deoband hanya membutuhkan waktu 10 tahun. Solusi dan Harapan Dari paparan singkat soal kurikulum di atas, jelasterlihat bahwa santri pesantren salaf Indonesia sangatjauh ketinggalan dibanding, katakan, santri salaf diIndia. Dan ini jelas sangat erat kaitannya denganlumpuhnya kreatifitas para santri salaf Indonesia. Terjadinya stagnasi santri salaf Indonesia dari dulusampai sekarang juga diakibatkan oleh self complacency(merasa puas) terhadap status quo yang ada. Santrisudah merasa puas dan dianggap berhasil apabila sudahdapat membangun dan mendirikan pesantren denganseratus dua ratus santri. Sikap ini tentu harus segeradirubah dan direformasi dengan cara membuka diriterhadap sistem pendidikan modern, menanamkan visibaru (umpamanya santri baru dianggap berhasil kalaudapat mendirikan pesantren dan/atau produktifmenulis), merombak kurikulum menjadi lebihkomprehensif yang akan menggiring santri menjadibetul-betul mumpuni di bidangnya tanpa haruspindah-pindah pesantren, berlapang dada pada dunialuar (baca: kampus) dengan cara mengundang merekauntuk memberi masukan pola pendidikan yang sistematis.Dengan banyaknya putra kyai salaf (gawagis) yangmelanjutkan studi ke luar negeri, terutama ke Mesir,penulis optimistik bahwa reformasi sistem pendidikandan kurikulum pesantren salaf akan terjadi dalam waktuyang tidak terlalu lama. Permasalahannya, adakahpolitical will mereka untuk merubah status quo itu? =====Mario GaghoPolitical Science,Agra University, IndiaKomentar artikel di atas:
From: "nur munir" Date: Fri Jun 13, 2003 6:45 pmSubject: Re: [kmnu2000] Fwd: Kyai, Santri dan Karya TulisBagus sekali studi perbandingan ini.di dunia barat, buku-buku literatur Islam kebanyakan diproduksi di India dan pakistan, bahkan muqorror di kampus-kampus barat juga banyak hasil produksi salaf India/Pakistan. mari kita pikirkan bagaimana upaya mencari perbaikan apa yang sudah ada di Indonesia.yang jelas asset intelektual Indonesia tidak di bawah negara lain seperti India, namun pada konteks International, intelektual islam Indonesia seperti tidak ada.wassalamu'alaikummunirFrom: Rafick Ervan Date: Fri Jun 13, 2003 2:24 pmSubject: Re: [kmnu2000] Fwd: Kyai, Santri dan Karya TulisDear Mario,Saya tertarik untuk sedikit komentar ttg Deobandi tpyang di Pakistan. Di negara2 tsb, ulama-ulama Deobandisangat berpengaruh. Tokoh utamannya a.l. MaulanaFazlur Rahman yang juga terjun di panggung politikdengan parpolnya yang bernama Jamaah Ulama Islami.Ratusan pesantren salaf (Deobandi) tersebar di seluruhPakistan. Operasional pesantren banyak mendapatbantuan dari negara-negara Arab kaya. Makanyamadrasah2 ini dipenuhi dgn rakyat miskin, karenamereka dapat sekolah dgn gratis,pondokan,makan,pakaian dan uang saku meskipun tdk banyak.Konon, kelompok Taliban di afghanistan umumnya berasaldari santri-santri dari madrasah/pesantren ini. Selain Deobandi, di Pakistan juga ada kelompok Brelviyang konon dari India juga. Kelompok Brelvi jugamemiliki banyak pesantren. Seperti halnya Deobandi,Tokoh2 ulama Brelvi juga manggung di pentasperpolitikan. Mereka bergerak di bawah bendera JamaahUlama Pakistan (JUP. Komandannya a.l. (dulu) MaulanaSami'ul Haq (sekarang nggak tahu krn tdk lagimengikuti perkembangan di pakistan secara dekat).Untuk mengetahui apakah seseorang pengikut Deobandatau Brelvi, sangat mudah. Kalau Pengikut Brelviumpamanya sangat akrab dgn ziarah kubur, spt kuburanpara tokoh yg dianggap wali. Tapi tidak begitu halnyadgn Deobandi. Mungkin bandingannya di Indonesia,seperti NU dan Muhammadiyah.Setahu saya di Pakistan banyak kelompok2 semacam itu,spt Jamaah islami (pimpinan Qazi Ahmad Hussein),Ahlul Hadis, Tehrik Nifaz Islami (Maulana SufiMuahammad di Malakand) yang menerapkan Syari'ah Islam.Selain itu ada pula kelompok Syi'ah yg jugaa punyapesantrennya semdiri. Dst.nya ...
geovisit();

Tidak ada komentar:

Posting Komentar